SEJARAH SINGKAT PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
A. LOKASI PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
Talun
adalah sebuah desa kecil yang dibelah menjadi dua oleh jalan raya dan
rel kereta api jurusan Surabaya-Bojonegoro. Masuk wilayah Kecamatan
Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro, tepatnya dua kilo meter dari Sumberrejo
dan 18 km dari Bojonegoro. Di belahan selatan Desa Talun, terdapat
bangunan pesantren yang di rintis dan diasuh oleh KH. Muhammad Sholeh
(alm.) sejak sekitar tahun 1933 M. yang sekarang dikenal dengan nama
Pondok Pesantren “ATTANWIR “.
Dengan nama tersebut dikandung harapan supaya pesantren itu nantinya bisa menjadi pelita yang memancarkan sinar kebenaran untuk menerangi hati masyarakat sekelilingnya yang kala itu dapat dikatakan diselimuti mendung kegelapan, khususnya dibidang aqidah Islamiyah dan alhamdulillah, niat baik dan mulia itu dikabulkan oleh Allah SWT.
Dengan nama tersebut dikandung harapan supaya pesantren itu nantinya bisa menjadi pelita yang memancarkan sinar kebenaran untuk menerangi hati masyarakat sekelilingnya yang kala itu dapat dikatakan diselimuti mendung kegelapan, khususnya dibidang aqidah Islamiyah dan alhamdulillah, niat baik dan mulia itu dikabulkan oleh Allah SWT.
Menurut
keterangan dari orang-orang tua, bahwa asal usul tanah yang sebagian
ditempati / digunakan pondok adalah peninggalan seorang kakek yang
bernama Syuro, kakek Syuro ini bukan asli penduduk desa Talun tapi
pendatang baru dari desa Sedayu lawas (Gresik). Dia berada didesa Talun
bekerja pada seorang warga Belanda sebagai penjaga gudang tembakau .
Setelah pemilik gudang ini habis kontraknya bekerja di Jawa, maka dia harus pulang kembali ke negeri Belanda. sedang tanah yang ditempati gudang itu seleruhnnya diserahkan kepada mbah Syuro sebagai orang kepercayaanya. Kemudian tanah itu dibagi-bagikan kepada putra-putranya. Sedangkan tanah yang ditempati masjid dan sekitarnya (utara makam) adalah tanah wakaf pertama milik H. IDRIS, salah satu putra mbah Syuro, dan paman dari KH. M. Sholeh, perintis dan pendiri Pondok Pesantren Attanwir Talun .
Setelah pemilik gudang ini habis kontraknya bekerja di Jawa, maka dia harus pulang kembali ke negeri Belanda. sedang tanah yang ditempati gudang itu seleruhnnya diserahkan kepada mbah Syuro sebagai orang kepercayaanya. Kemudian tanah itu dibagi-bagikan kepada putra-putranya. Sedangkan tanah yang ditempati masjid dan sekitarnya (utara makam) adalah tanah wakaf pertama milik H. IDRIS, salah satu putra mbah Syuro, dan paman dari KH. M. Sholeh, perintis dan pendiri Pondok Pesantren Attanwir Talun .
C. PENDIRI PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
Berdasarkan
sejarah bahwa lahirnya pondok pesantren dimulai adanya kyai.oleh karena
itu dalam penyusunan sejarah singkat pondok pesantren At tanwir, tidak
bisa dipisahkan dengan pendirinya, yakni KH. M. Sholeh.
Sejarah singkat pendiri :
~ 20 Februari 1902, di desa talun lahirlah seorang laki-laki dari pasangan suami Istri (Sarqowi bin Syuro- kuning) anak tersebut diberi nama Muhammad Sholeh, dengan nama itu diharapkan semoga akhirnya menjadi orang yang sholeh, berbakti kepada orang tua dan berguna bagi masyarakat dan agama.
~ Pada usia 10 thn, anak Sholeh diminta oleh pamannya bernama H. Idris untuk di asuh sekaligus sebagai anak angkatnya, karena H. Idris tidak mempunyai anak, maka sejak itu anak Sholeh menjadi anak angkatnya dan mulai belajar membaca Al-Quran.
~ Pada tahun 1914 dia belajar kepada Kyai Umar di Sumberrejo Bojonegoro
~ Pada tahun 1915 meneruskan belajar kepada Kyai Basyir dan Kyai Abu Dzarrin di Pondok Pesantren Kendal Dander Bojonegoro
~ Pada tahun 1916 meneruskan belajar di Madrasatul Ulum di kota Bojonegoro (di Komplek Masjid Besar) selama empat tahun, juga pernah belajar pada KH. Kolil dibangkalan Madura.
~ Pada tahun 1921-1927 belajar pada KH. Faqih bin KH. Abdul Djabbar di Pondok Pesantren Maskumambang Dukun, Gresik.
~ Pada 1923, masih dalam belajar di Pondok Maskumambang dia menunaikan ibadah haji pertama. Sepulang dari ibadah haji meneruskan kembali belajar di Pondok Maskumambang
~ Pada pertengahan tahun 1924 H. H. Sholeh diambil menantu oleh KH. Faqih dinikahkan dengan keponakannya sendiri bernama Rohimah binti KH. Ali.
~ Tahun 1927 pulang dari Ponpes Maskumambang kembali ke desa Talun di sertai istrinya Rohimah pada tanggal 20 Januari 1934 , ibu Rohimah wafat di Talun dan dimakamkan di Dukun Gresik kemudian H. Sholeh menikah lagi dengan Hj. Muhlisah (janda H. Mahbub ) ibunya H. Badawi Jombang.
~ Pada tahun 1933 setelah rumah tangga dan kehidupan keluarganya tertata , maka H.Sholeh mulai merintis kegiatan mengajar anak-anak dan bertempat di musholla atau langgar yang telah dipersiapkan oleh H.Idris sejak masih belajar di pondok Maskumambang.
~ pada tahun 1943 (zaman Jepang ) KH. Sholeh mengikuti Musyawaroh Besar Ulama` se Jawa di Jakarta.
~ Tahun 1946 (zaman Revolusi) KH. Sholeh terpilih menjadi Camat Sumberrejo, jabatan camat tersebut setelah 2 tahun beliau mohon berhenti dengan hormat dengan alasan “sangat berat meninggalkan kegiatanya sebagai guru dan Cabang Syuriah NU Bojonegoro”.
~ Tahun1976 beliau naik haji kedua bersama dengan ibu Hj. Muhlisah.
~ Tahun1992 beliau wafat meningalkan 2 orang putra dari ibu Rohimah: H. Sahal Sholeh dan Hj. Anisah
Sejarah singkat pendiri :
~ 20 Februari 1902, di desa talun lahirlah seorang laki-laki dari pasangan suami Istri (Sarqowi bin Syuro- kuning) anak tersebut diberi nama Muhammad Sholeh, dengan nama itu diharapkan semoga akhirnya menjadi orang yang sholeh, berbakti kepada orang tua dan berguna bagi masyarakat dan agama.
~ Pada usia 10 thn, anak Sholeh diminta oleh pamannya bernama H. Idris untuk di asuh sekaligus sebagai anak angkatnya, karena H. Idris tidak mempunyai anak, maka sejak itu anak Sholeh menjadi anak angkatnya dan mulai belajar membaca Al-Quran.
~ Pada tahun 1914 dia belajar kepada Kyai Umar di Sumberrejo Bojonegoro
~ Pada tahun 1915 meneruskan belajar kepada Kyai Basyir dan Kyai Abu Dzarrin di Pondok Pesantren Kendal Dander Bojonegoro
~ Pada tahun 1916 meneruskan belajar di Madrasatul Ulum di kota Bojonegoro (di Komplek Masjid Besar) selama empat tahun, juga pernah belajar pada KH. Kolil dibangkalan Madura.
~ Pada tahun 1921-1927 belajar pada KH. Faqih bin KH. Abdul Djabbar di Pondok Pesantren Maskumambang Dukun, Gresik.
~ Pada 1923, masih dalam belajar di Pondok Maskumambang dia menunaikan ibadah haji pertama. Sepulang dari ibadah haji meneruskan kembali belajar di Pondok Maskumambang
~ Pada pertengahan tahun 1924 H. H. Sholeh diambil menantu oleh KH. Faqih dinikahkan dengan keponakannya sendiri bernama Rohimah binti KH. Ali.
~ Tahun 1927 pulang dari Ponpes Maskumambang kembali ke desa Talun di sertai istrinya Rohimah pada tanggal 20 Januari 1934 , ibu Rohimah wafat di Talun dan dimakamkan di Dukun Gresik kemudian H. Sholeh menikah lagi dengan Hj. Muhlisah (janda H. Mahbub ) ibunya H. Badawi Jombang.
~ Pada tahun 1933 setelah rumah tangga dan kehidupan keluarganya tertata , maka H.Sholeh mulai merintis kegiatan mengajar anak-anak dan bertempat di musholla atau langgar yang telah dipersiapkan oleh H.Idris sejak masih belajar di pondok Maskumambang.
~ pada tahun 1943 (zaman Jepang ) KH. Sholeh mengikuti Musyawaroh Besar Ulama` se Jawa di Jakarta.
~ Tahun 1946 (zaman Revolusi) KH. Sholeh terpilih menjadi Camat Sumberrejo, jabatan camat tersebut setelah 2 tahun beliau mohon berhenti dengan hormat dengan alasan “sangat berat meninggalkan kegiatanya sebagai guru dan Cabang Syuriah NU Bojonegoro”.
~ Tahun1976 beliau naik haji kedua bersama dengan ibu Hj. Muhlisah.
~ Tahun1992 beliau wafat meningalkan 2 orang putra dari ibu Rohimah: H. Sahal Sholeh dan Hj. Anisah
D. PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
Sebagaimana
di atas telah di sebutkan, bahwa sejak umur 10 tahun, H. Sholeh telah
menjadi anak angkat H. Idris , maka segala kebutuhan kehidupannya juga
menjadi tanggung jawabnya baik biaya belajar, mondok, naik haji,
pernikahan dan lain sebagainya termasuk manyiapkan bangunan musholla
untuk tempat belajar dan berjama`ah. Musholla termasuk terbuat dari
tiang-tiang kayu jati, dinding serta jerambannya dari bambu, dengan
ukuran bambu kira- kira mampu menampung 40 orang. Musholla itu telah
dipersiapkan pada tahun 1025 sejak H. Sholeh belajar di pondok pesantren
Maskumambang dan diwakafkan termasuk tanahnya.
Meskipun sudah dipersiapkan sebuah Musholla untuk tempat mengajar tetapi sepulang dari pondok pada tahun 1927, Haji Sholeh tidak langsung menggajar, sebab oleh Bapak angkatnya (H.Idris) diminta mengatur dan mengurusi rumah tangga serta barang-barang milik H.Idris, karena pada tahun itu beliau (H.Idris )menderita sakit mata sampai tidak bisa melihat (buta), jadi kegiatan dan perhatiannya ditempatkan untuk mengatur rumah tangga dan mencukupi kebutuhan keluarganya.
Meskipun sudah dipersiapkan sebuah Musholla untuk tempat mengajar tetapi sepulang dari pondok pada tahun 1927, Haji Sholeh tidak langsung menggajar, sebab oleh Bapak angkatnya (H.Idris) diminta mengatur dan mengurusi rumah tangga serta barang-barang milik H.Idris, karena pada tahun itu beliau (H.Idris )menderita sakit mata sampai tidak bisa melihat (buta), jadi kegiatan dan perhatiannya ditempatkan untuk mengatur rumah tangga dan mencukupi kebutuhan keluarganya.
Merintis Madrasah Diniyah
Tahun1933
setelah rumah tangga dan kehidupan keluarga tertata, maka H. Sholeh
mulai memikirkan dan merintis kegiatan mengajar anak-anak di musholla
yang telah dipersiapkan, dimulai dari mengajar membaca Al Quran, tulis
munulis huruf arab, cara-cara beribadah dan sebagainya, waktu belajar
sore hari, mulai ba`dal Ashar hingga Isya’ pada setiap hari.
Kegiatan
ini dilakukan seorang diri dengan penuh ketelatenan, keuletan dan
kesabaran serta keikhlasan. Setelah beberapa waktu berjalan,
alhamdulillah hasilnya mulai tampak, kalau semula yang belajar hanya
anak-anak desaTalun yang jumlahnya kurang dari 10 anak, maka dalam waktu
yang tidak terlalu lama, anak-anak dari desa sekitarnya mulai
berdatangan ikut belajar hingga jumlahnya mencapai 40 anak lebih dan
tidak ketinggalan para orang tua mereka juga mulai banyak yang datang
untuk belajar atas kesadaran sendiri.
Tahun
1938 (dengan pertimbangan) karena persyaratan telah terpenuhi, maka di
adakan jamaah sholat Jum’at yang pembukaannya di hadiri oleh KH. Hasyim
(penghulu di Bojonegoro waktu itu) dan sekaligus memberikan naesehat/
mauidloh kepada para jamaah setelah usai sholat Jum’at.
Hasilnya
sangat menggembirakan, mereka tampak makin bersemangat dan tekun
beribadah dan jumlahnya semakin bertambah banyak, sedang sarananya masih
sangat terbatas.perlu juga di sebutkan, bahwa perkembangan pesantren
yang tampak menggembirakan itu bukan berarti tidak ada hambatan, justru
hambatan pertama datang dari kepala desa Talun sendiri, dia sangat tidak
senang melihat perkembangan pesantren dia orang abangan, dia sering
mendatangi rumah H. Sholeh, hanya perlu mengajak debat masalah agama dan
setiap debat dia selalu tidak pernah menang, akhirnya dengan ma’unah
dan hadayah Allah SWT. dia sadar serta meninggalkan kepercayaan yang
lama dan menyatakan memeluk agama Islam. Alhamdulillah.
Sejak
sa’at itu sang Kepala Desa selalu mendekat kepada H. Sholeh dan minta
di ajari keimanan dan tata cara beribadah, akhirnya dia menjadi seorang
pemeluk agama Islam yang ta’at dan tekun beribadah serta suka berkorban
demi kepentingan agama.
Makin
lama jumlah penduduk Islam semakin bertambah banyak sejalan dengan
bertambahnya penduduk, akibatnya Musholla yang di tempati belajar
mengajar dan berjama’ah sudah tidak mampu menampung mereka yang
jumlahnya setiap waktu makin bertambah. Melihat kenyataan ini, maka
Kepala Desa membeli sebuah rumah dari kayu jati dengan ukuran lebih
besar dan selanjutnya diwakafkan untuk Masjid, sedang mushola yang
digunakan tempat mengajar dan asrama santri putra.
Sementara
kegiatan belajar mengajar masih berjalan sebagaimana biasa, yaitu
dengan sistem weton dan sorogan dan hanya ditangani sendiri oleh KH.
Sholeh.
Sejalan
dengan perjalanan waktu, jumlah santri pun bertambah banyak, tidak
hanya santri putra saja, santri putri pun jumlahnya semakin banyak dan
diantaranya mereka ada yang datang dari luar desa/ daerah, maka terpaksa
harus menyediakan kamar/ gotakan untuk tempat mereka. Demikian juga
tenaga pengajar pun ditambah, untuk itu, Ustad Asnawi dan Sarbini
ditugasi untuk membantu mengajar mereka.
Kegiatan
tersebut berjalan sesuai dengan kondisi yang ada, dengan segala
keterbatasan dan kekuranganya, terus berusaha untuk memenuhi harapan dan
kebutuhan umat.
Dalam
perkembangannya, Pondok Pesantren Attanwir berupaya menyesuaikan diri
dengan perkembangan dunia modern, tanpa meninggalkan ciri khas sebagai
lembaga pendidikan pesantren yang islami Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Sebagai
lembaga pendidikan tradisional Pondok Pesantren Attanwir mempunyai
fungsi ganda yaitu dakwah dan pendidikan, oleh karena itu peran dan
fungsinya menjadi sangat strategis. Dan peran tersebut secara bertahap
selalu di upayakan pelaksanaannya sesuai dengan kemamapuan dan
perkembangan situasi setiap waktu.
Dengan
semakin berkembang dan majunya dunia pendidikan serta meningkatnya
tuntutan masyarakat, maka keberada’an Ponpes Attanwir juga di tuntut
untuk mampu memenuhi tuntutan tersebut, yaitu dengan membuka Madrasah
Diniyah khusus anak putri, waktu belajar sore hari, lama belajar tiga
tahun. Pada tahun pertama (tahun 1951) ada 40 anak, pada tahun
berikutnya sudah mencapai 100 anak lebih, sedang santri putra untuk
tahun sementara masih tetap di ajar setiap malam hari seperti biasa.
Berkat
ketekunan dan keikhlasan KH. Sholeh, kesadaran umat semakin meningkat,
keimanannya semakin mantap, dukungannya terhadap Pondok Pesantren juga
semakin besar. Kemudian pada tahun 1954 sistem pendidikan di tingkatkan
lagi dari Madrasah Diniyyah menjadi Madrasah Ibtidaiyah 6 tahun untuk
putra-putri waktu belajar pagi hari.
Seiring
dengan bertambah banyaknya murid, maka pelaksanaan belajar mengajar
tidak mungkin hanya di tangani seperti yang sudah berjalan selama ini,
maka untuk kelancarannya di perlukan tambahan beberapa orang pembantu
baik untuk membantu mengajar maupun membantu untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan lain yang di perlukan Pesantren.
Untuk
mengatasi kebutuhan tersebut, Pesantren terpaksa mendatangkan ustadz
dan ustadzah dari daerah lain. Diantaranya dari Jogja, Solo, Jombang,
dan daerah lainnya, karena pada waktu itu tenaga pengajar dari daerah
sendiri masih sulit.
Pembangunan Masjid
Dalam
perjalanan selanjutnya, kepercayaan ummat kepada Pesantren terus
meningkat, santri/ murid yang datang tambah banyak, baik dari dalam
maupun luar desa Talun, sehingga sarana untuk kegiatan belajar mengajar
dan tempat beribadah perlu ditambah dan diperluas, maka menjelang tahun
1957, dengan bantuan bimbingan dan petunjuk H. M. Maskun dan H, Idris
dari Bojonegoro, disepakati untuk membangun sebuah masjid yang permanen
dengan ukuran 16 x 11 m2, bertempat diatas tanah masjid lama.
Alhamdulillah
tahun 1958 bangunan Masjid ini dapat terwujud, sampai sekarang bentuk
dan model bangunannya masih tetap seperti sedia kala, belum ada
perubahan, hanya penambahan teras disebelah selatan untuk Muslimat dan
teras depan, dan diberi nama Masjid Al-Muttaqin.
Sebagaimana
diatas telah disebutkan, bahwa dengan meningkatnya kesadaran umat
tentang pentingnya ilmu pengetahuan, maka Pesantren dituntut untuk
meningkatkan pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan saat itu, maka
pada tahun 1960, Pondok Pesantren Attanwir membangun tambahan gedung
baru dengan ukuran luas 21 x 7 m2 , dan peletakan batu pertama
pembangunannya dilakukan oleh Bapak Bupati Bojonegoro, H.R. Tamsi Tedjo
Sasminto.
Gedung
baru terletak disebelah utara makam keluarga dan di gunakan untuk
Madrasah Mu’allimin Islamaiyah 4 tahun, kemudian dirubah menjadi
Pendidikan Guru Agama (PGA) 6 tahun, kemudian diubah lagi menjadi
Madrasah Tsanawiyah 3 tahun dan Madrasah Aliyah 3 Tahun. Dengan
pengertian bahwa masa belajar tetap 6 tahun, jadi kalau belum 6 tahun
(kelas 3 Aliyah) dianggap belum tamat, hal ini masih tetap berlaku dalam
Ujian Negara. Dengan demikian mereka yang lulus mendapat ijazah negeri
yang digunakan sebagai salah satu bekal menghadapi masa depan, semuanya
serba formal.
Setalah
beberapa kali menamatkan siswanya sampai ketingkat kelas teratas (kelas
3 Aliyah) dan setelah mereka kembali menyebar diberbagai daerah dengan
berbagai macam profesi yang ditekuni, maka dari mereka nama Pondok
Pesantren Attanwir semakin dikenal dan pada gilirannya banyak
putra-putri keluarga mereka di masukkan ke Attanwir.
Karena
terbatasnya kemampuan Pondok Pesantren untuk menampung mereka, maka
Pengasuh dengan para pembantunya setapak demi setapak berupaya menambah
sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan dan alhamdulillah upaya ini
mendapat sambutan positif dari masyarakat.
Tahun 1982, Perluasan Area Pesantren
Kalau
semula cikal bakal Pesantren ini hanya modal dari H. Idris berupa
sebidang tanah dengan sebuah bangunan Musholla, maka dalam
perkembangannya, ada beberapa orang keluarga dan warga masyarakat yang
mewakafkan rumahnya.
Rumah-rumah
wakafan tersebut kemudian dipindah dilokasi Pondok Pesantren Attanwir
dan dibangun kembali seperti bentuknya semula, sehingga bangunan
terkesan apa adanya. Demikian juga penempatannya belum tertata secara
baik. Hal ini semata-mata karena terbatasnya kemampuan, sedang kebutuhan
untuk tempat sangat mendesak, keadaan sarana dan prasarana penunjang
lainnya juga mengalami hal yang serupa apa adanya.
Mulai
tahun 1982 ini, dengan selalu memohon pertolongan Allah SWT. disertai
upaya dan kerja keras, maka setiap tahun dapat merehab bangunan-bangunan
lama dan sekaligus menata penempatan gedung-gedung tersebut. Disamping
itu juga dapat membangun beberapa gedung baru, baik untuk Madrasah
maupun untuk asrama (putra dan putri) termasuk perkantoran dan sarana
lainnya.
Pembangunan
gedung-gedung tersebut sifatnya untuk mengejar kebutuhan pokok yang
dirasakan sangat mendesak, jadi belum merupakan bangunan dengan kualitas
dan standar yang sempurna, meskipun demikian masih belum mencukupi
kebutuhan yang terus maningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
santri/ siswa yang datang setiap tahun.
Bersamaan
dengan itu, dengan semakin meningkatnya kesadaran umat, diantara
keluarga dan para dermawan ada yang dengan ikhlas mewakafkan tanahnya ,
ada yang tanahnya ditukar dengan tanah di tempat lain dan ada pula yang
tanahnya rela dibeli pondok, sehigga saat ini luas pondok sudah ada 1 Ha
lebih, semua yang masih berstatus wakaf sudah bersetifikat sedang luas
bangunannya sudah mencapai 3.950 meter persegi (data terlampir).
Sistem Pendidikan
Sistem Pendidikan
Selanjutnya
pelaksanaan pendidikannya sebagai lembaga pesantren, sistem tradisional
yang masih relevan dengan kondisi dan situasi sekarang tetap
dipertahanan, sedang sistem modern yang di pandang lebih baik juga
diterapkan, jadi ada perpaduan antara sistem tradisioanal dan sistem
modern.
Demikian
juga tentang kurikulum yang dipakai merupakan perpaduan antra kurikulum
pemerintah (Departemen Agama) dengan kurikulum pesantren, dalam arti
pelajaran dalam bidang agama, disamping kurikulum ala pesantren modern
Gontor juga tidak ditinggalkan, sudah barang tentu pelaksanaannya
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Mengingat
pendidikan dipondok pesantren Attanwir ini tingkatannya masih lanjutan
menengah, maka kepada mereka yang telah tamat Aliyah selalu dianjurkan
dan didorong untuk melanjutkan belajar diperguruan yang tingkatannya
lebih tinggi, diantaranya ada yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi baik
negeri maupun swasta dan juga di pondok pesantren lain untuk memperdalam
di bidang agama .
Sedang
bagi mereka yang karena sesuatu pertimbangan tidak dapat meneruskan
belajar di tempat lain, Ponpes Attanwir menyediakan tempat dan
kesempatan untuk belajar di STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah) Program
Takhashshush selama dua tahun yang akhirnya juga dapat mengikuti ujian
Negara.
Tahun 1992, ’Amul Huzni
Tahun ini merupakan tahun berkabung (’Amul Khuzni ) bagi keluarga besar Pondok Pesantren Attanwir Talun karena :
1. Pada tanggal 18 Februari 1992 ibu Nyai Hj. Muchlisah wafat .
2. Pada tanggal 26 Juni 1992 pendiri Pondok Pesantren Attanwir KH. Muhammad Sholeh juga wafat.
Innalillahi wa inna Ilahi roji’un. Somoga amal ibadahnya di terima di sisi Allah SWT. segala dosa dan dan kesalahannya mendapat ampunan, dan para dzurriyahnya diberi kemampuan dan kekuatan untuk meneruskan dan mengembangkan sunnah serta perjuangannya. Amin
1. Pada tanggal 18 Februari 1992 ibu Nyai Hj. Muchlisah wafat .
2. Pada tanggal 26 Juni 1992 pendiri Pondok Pesantren Attanwir KH. Muhammad Sholeh juga wafat.
Innalillahi wa inna Ilahi roji’un. Somoga amal ibadahnya di terima di sisi Allah SWT. segala dosa dan dan kesalahannya mendapat ampunan, dan para dzurriyahnya diberi kemampuan dan kekuatan untuk meneruskan dan mengembangkan sunnah serta perjuangannya. Amin
Setelah
beliau wafat, sebagai kelaziman dan tradisi yang berlaku didalam di
Pondok Pesantren, kepemimpinan berlaku secara sistem keluarga , dari
satu generasi ke generasi berikutnya secara alami. Dalam hal ini
pengasuh pondok pesantren Attanwir di teruskan oleh H. Sahal Sholeh
dengan dibantu keluarga KH. M. Sholeh (alm.) menurut kebutuhan.
Kemudian
pada tanggal 24 Juni 1996 , Ustadz H. Hammam Munadji (cucu menantu KH.
M. Sholeh) juga wafat . Inna lillahi wa inna lillahi ro`jiun . kejadian
ini merupakan kehilangan yang besar bagi keluarga Pondok Pesantren
Attanwir, selama ini ustadz H. Hamam Munaji yang ditugasi menangani
kegiatan belajar mengajar sebagai pimpinan bidang pendidikan.
Mudah-mudahan amal baktinya diterima dan mendapat ridho Allah SWT. serta diampuni segala dosa dan kesalahannya . Amin
Mudah-mudahan amal baktinya diterima dan mendapat ridho Allah SWT. serta diampuni segala dosa dan kesalahannya . Amin
Pada
tanggal 30 Agustus 2006, KH. Sahal Sholeh wafat estafet kepemimpinan
Pondok Pesantren diteruskan oleh KH. Ali Chumaidi Sahal dengan dibantu
oleh H. Fuad Sahal.
Mudah-mudahan amal baktinya diterima dan mendapat ridho Allah SWT. serta diampuni segala dosa dan kesalahannya . Amin
Mudah-mudahan amal baktinya diterima dan mendapat ridho Allah SWT. serta diampuni segala dosa dan kesalahannya . Amin
Tahun 2007
Pada tahun ini Ponpes Attanwir mengalami kemajuan yang sangat pesat . Hal ini terlihat dari kelengkapan sarana dan prasarana belajar mengajar di Ponpes Attanwir. Selain itu juga terlihat kemajuan dibidang akademik, dengan di bukannya SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) untuk Jurusan Otomotif dan Teknik Informatika khusus untuk santri putra.
Pada tahun ini Ponpes Attanwir mengalami kemajuan yang sangat pesat . Hal ini terlihat dari kelengkapan sarana dan prasarana belajar mengajar di Ponpes Attanwir. Selain itu juga terlihat kemajuan dibidang akademik, dengan di bukannya SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) untuk Jurusan Otomotif dan Teknik Informatika khusus untuk santri putra.
Pada
tahun 2007 jumlah santri/ siswa putra dan putri di Pondok Pesantren
Attanwir ada 3300 santri. Mereka tersebar diberbagai lembaga pendidikan
dibawah naungan Pondok Pesantren Attanwir,yaitu:
1. PlayGroup
2. TamanKanak-Kanak(RaudlatulAthfal)
3. MadrasahIbtidaiyah
4. MadrasahTsanawiyah
5. MadrasahAliyah
6. SekolahMenengahKejuruan
7. ProgramTakhashush
8. MajlisTa`limJumatPagiuntukbapak-bapak
9. Majlis Ta`lim Sabtu Malam untuk ibu-ibu
1. PlayGroup
2. TamanKanak-Kanak(RaudlatulAthfal)
3. MadrasahIbtidaiyah
4. MadrasahTsanawiyah
5. MadrasahAliyah
6. SekolahMenengahKejuruan
7. ProgramTakhashush
8. MajlisTa`limJumatPagiuntukbapak-bapak
9. Majlis Ta`lim Sabtu Malam untuk ibu-ibu
Jumlahsiswayan gmengikuti ujian Negara tahun ajaran 2006/2007
1. Madrasahibtidaiyah 26anak lulus 100%
2. MadrasahTsanawiyah 462 anak lulus 100%
3. Madrasah Aliyah 400 anak lulus 100%
1. Madrasahibtidaiyah 26anak lulus 100%
2. MadrasahTsanawiyah 462 anak lulus 100%
3. Madrasah Aliyah 400 anak lulus 100%
Jumlah tenaga guru dan karyawan ada173 orang
Beberapa sarana yang disediakan untuk menunjang proses belajar mengajar:
1. LaboratoriumKomputer
2. KoperasiSantri
3. KoperasiPondokPesantren
4. Perpustakaan
5. RuangMultimedia
6. LaboratoriumIPA
7. Layanan Kesehatan Santri dan Masyarakat
2. KoperasiSantri
3. KoperasiPondokPesantren
4. Perpustakaan
5. RuangMultimedia
6. LaboratoriumIPA
7. Layanan Kesehatan Santri dan Masyarakat
Beberapa organisasi santri untuk proses latihan kepemimpinan:
1. Pasukan KhususPramukaAttanwir(PASUSKA)
2. AttanwirLanguageCenter(ALC)
3. AssosiasikaligraferAttanwir(ASSKAR )
4. SantriSiaga
5. Percetakan
6. Kursus-kursusKetrampilan
7. OrganisasiSantriAttanwir(OSA )
8. PalangMerahRemaja (PMR)
9. AttanwirRuqyahCenter (ARC)
10. Persatuan Pelajar Madrasah (PPM)
2. AttanwirLanguageCenter(ALC)
3. AssosiasikaligraferAttanwir(ASSKAR )
4. SantriSiaga
5. Percetakan
6. Kursus-kursusKetrampilan
7. OrganisasiSantriAttanwir(OSA )
8. PalangMerahRemaja (PMR)
9. AttanwirRuqyahCenter (ARC)
10. Persatuan Pelajar Madrasah (PPM)
E. HARAPAN PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
Penyelenggaraan
pendidikan akan berhasil dengan baik bila di dukung oleh terjadinya
sarana dan prasarana yang memadai serta kualitas dari kemampuan
pengelola/ generasi penerusnya. Oleh karena itu pimpinan pondok
seharusnya berpandangan jauh ke depan sehingga mampu melayani kebutuhan
umat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknik (IPTEK) di
barengi dengan perilaku yang berakhlakul karimah sehingga dapat di
jadikan uswatun hasanah bagi umat.
Meskipun
zaman sudah demikian maju dan membawa perubahan di berbagai bidang
kehidupan, tetapi kehadiran Pondok Pesantren Attanwir tetap dibutuhkan
umat dalam menangkal segala pengaruh yang negatif datang lewat berbagai
sektor kehidupan.
Oleh
karena itu Pondok Pesantren Attanwir sebagai lembaga pendidikan
diharapkan mampu memberikan pendidikan kepada semua umur dan segenap
lapisan masyarakat, serta mampu menanamkan rasa kebersaman,
kesederhanaan, keikhlasan, ketaatan dan jiwa mandiri didalamnya, tanpa
membeda-bedakan latar belakang sosial ekonomi mereka, tidak pula melihat
profesi dan organisasi yang ditekuninya. Lebih menonjolkan
pendidikannya dibanding pengajarannya. Dengan dana sedikitpun diharapkan
tetap bisa berjalan.
Demikian
juga, Pondok Pesantren Attanwir sebagai lembaga da’wah dapat
meningkatkan fungsi dan peran secara paripurna, yaitu meliputi: dakwah
bil lisan, dakwah bil hal dan dakwah bil maal. Kedudukan maal dalam
melaksanakan dakwah sangat penting, sebab dakwah tanpa disertai dengan
maal dirasakan kurang efektif dan hasilnya pun kurang memuaskan.
Pada
prinsipnya semua santri-siswa yang telah menamatkan pendidikannya di
Pondok Pesantren Attanwir Talun diserahkan kembali kepada masyarakat
sebagai kader bangsa yang memiliki iman yang mantap dan ketaqwaan yang
tinggi kepada Allah SWT. Diantara mereka ada yang menjadi pegawai
negeri, pemuka agama, guru, dosen serta menempati dan bidang-bidang
lainya.
Dengan
kata lain, pondok pesantren dalam kiprahnya tidak untuk kepentingan
sesuatu golongan atau kelompok tertentu, apalagi untuk mencari
keuntungan pribadi pengasuhnya, tapi semata-mata hanya mengharapkan
ridho ALLAH SWT, semoga Allah menerima upaya kita bersama sebagai ibadah
dan amal sholeh yang mendapat ridho-Nya Amin ya Robbal Alamin
F. PENUTUP
Demikian
sejarah singkat berdiri dan berkembangnya Pondok Pesantren Attanwir
Talun Sumberrejo Bojonegoro sampai dengan akhir tahun 2007. mudah
mudahan pada tahun-tahun berikutnya semakin besar dan semakin bersinar
sesuai dengan namanya “Attanwir”.
Penyusun menyadari bahwa sejarah singkat ini masih perlu penyempurnaan, namun setidaknya dapat menjadi tambahan wawasan bagi yang memerlukan, utamanya para dzurriyah pendiri, semoga ada guna dan manfaatnya.Amin.
Penyusun menyadari bahwa sejarah singkat ini masih perlu penyempurnaan, namun setidaknya dapat menjadi tambahan wawasan bagi yang memerlukan, utamanya para dzurriyah pendiri, semoga ada guna dan manfaatnya.Amin.
wallahu a'lam bishshowab
apakah attanwir punya npss ( nomor statistik pondok pesantren )????
BalasHapusNSPP BUAT APA ??
Hapus