ASFIKSIA
1. Pengertian
Asfiksia
Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro
Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia
neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara
spontan dan adekuat (Wiroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir
yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu
serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso
NI, 1992).
2. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Asfiksia
Menurut
pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada
beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain
sebagai berikut:
2.1 Faktor
Ibu
Hipoksia
ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam
gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi
karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2.2 Faktor Placenta
Yang
meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis,
plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
2.3 Faktor
Janin dan Neonatus
Meliputi
tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.
2.4 Faktor
Persalinan
Meliputi partus lama, partus
tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni,
1995.
3. Patofisiologi
Saat lahir bayi biasanya aktif dan segera sesudah tali
pusat dijepit bayi menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan
stabil pada frekuensi 120 sampai 140 per menit dan sianosis sentral menghilang
dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat dilahirkan
dengan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan
mempertahankan pernafasan yang wajar. Bayi-bayis ini dapat mengaslami apnu atau
menunjukkan upaya persnafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi
paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan
pengeluaran CO2.
Pada bayi yang mengalami
kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang
singkat. Apabila Asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang
secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnu yang dikenal sebagai apnu
primer Biasanya pemberian perangsang dan oksigen selama apnu primer dapat
merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila Asfiksia berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun,
tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnu yang
disebut apnu sekunder. Selama apnu sekunder ini, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar oksigen di dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi
dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.
Sangat penting untuk diperhatikan bahwa sebagai akibat
hipoksia janin, janin dapat pulih dari apnu primer ke apneu sekunder di dalam
rahim. Ururtan perkembangan apneu termasuk apneu primer dan apnu sekunder dapat
dimulai intrauterin dan berkelanjutan sesudah bayi dilahirkan. Dengan demikian
bayi mungkin dilahirkan dalam apnu primer atau apnu sekunder. Dalam
kenyataannya, apnu primer dan apnu sekunder sulit sekali untuk dibedakan. Pada
kedua keadaan tersebut, bayi tidak bernafas dan denyut jantung dapat menurun
sampai < 100 denyut per menit.
Pada saat bayi
dilahirkan, alveoli bayi diisi dengan “cairan paru-paru janin”. Cairan
paru-paru janin harus dibersihkan terlebih dahulu apabila udara harus masuk ke
dalam paru-paru bayi baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan
tekanan yang cukup besar untuk mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat
berkembang untuk pertama kalinya. Untuk mengembangkan paru-paru, upaya
pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi daripada
tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhasil. Menghadapi bayi yang tidak
pernah mengambil nafas pertama dapat diasumsikan bahwa pengembangan alveoli
tidak terjadi dan paru-paru tetap berisi cairan. Melakukan pernafasan buatan pada
bayi seperti ini diperlukan tekanan tambahan untuk membuka alveoli dan
mengeluarkan cairan paru-paru
Pada kelahiran, peredaran darah di paru-paru harus
meningkat untuk memungkinkan proses oksigenisasi yang cukup. Keadaan ini akan
dicapai dengan terbukanya arterioli dan diisi darah yang sebelumnya dialirkan
dari paru-paru melalui duktus arteriosus. Bayi dengan Asfiksia, hipoksia
dan asidosis akan mempertahankan pola sirkulasi janin dengan menurunnya
peredaran darah paru-paru.
Pada awal Asfiksia, darah lebih banyak
dialirkan ke otak dan jantung. Dengan adanya hipoksia dan asidosis maka fungsi
miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran darah ke alat-alat vital
juga berkurang.
4. Gejala
Klinik
Gejala
klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
- Pernafasan terganggu
-
Detik jantung
berkurang
-
Reflek /
respon bayi melemah
- Tonus otot menurun
-
Warna
kulit biru atau pucat
5. Diagnosis
Asfiksia
pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin.
Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan
tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi
asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan.
5.1 Denyut
Jantung Janin
Frekuensi
normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama HIS frekuensi ini bisa
turun, tetapi diluar HIS kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan
kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
5.2 Mekanisme
Dalam Air Ketuban
Mekonium
pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan indikasi
untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
5.3 Pemeriksaan
PH Pada Janin
Dengan menggunakan
amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala
janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal
itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat
ditemukan derajat asfiksia yaitu :
Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin
NO
|
Hasil Skor Apgar
|
Derajat Asfiksia
|
Nilai Ph
|
1.
|
0 – 3
|
Berat
|
< 7,2
|
2.
|
4 – 6
|
Sedang
|
7,1 – 7,2
|
3.
|
7 – 10
|
Ringan
|
> 7,2
|
Sumber :
Wiroatmodjo, 1994
5.4 Dengan
Menilai Apgar Skor
Cara yang digunakan untuk
menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian APGAR. Apgar mengambil batas
waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir
mempunyai apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk
menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan
neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,
yaitu :
Tabel 2.2 Penilaian Apgar
Tanda-tanda Vital
|
Nilai = 0
|
Nilai = 1
|
Nilai = 2
|
1. Appearance
(warna kulit)
|
Seluruh tubuh biru
atau putih
|
Badan merah, kaki biru
|
Seluruh tubuh
kemerah-merahan
|
2. Pulse
(bunyi jantung)
|
Tidak ada
|
Kurang dari
100 x/ menit
|
Lebih dari
100 x/ menit
|
3. Grimance
(reflek)
|
Tidak ada
Lunglai
|
Menyeringai
Fleksi ekstremitas
|
Batuk dan bersin
|
4. Activity
(tonus otot)
|
Tidak ada
|
|
Fleksi kuat, gerak
aktif
|
5. Respirotary
effort
(usaha
bernafas)
|
|
Lambat atau tidak ada
|
Menangis kuat atau
keras
|
Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung
karena peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan
akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru
telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas
adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan
tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis
metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda
penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil
Apgar diatas yaitu :
1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau
asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan baik sekali.
Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-merahan. Dalam hal ini bayi dianggap
sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau
asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan
dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot kurang baik,
sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
7. Komplikasi
- Sembab Otak
- Pendarahan Otak
- Anuria atau Oliguria
- Hyperbilirubinemia
- Obstruksi usus yang fungsional
- Kejang sampai koma
- Komplikasi akibat resusitasinya sendiri :
Pneumonthorax
(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)
8. Prognosa
- Asfiksia ringan / normal : Baik
- Asfiksia sedang tergantung kecepatan
penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.
- Asfiksia berat badan dapat
menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan
kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal
palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo,
1994 : 68)
9. Penatalaksanaan
9.1. Penanganan Asfiksia Pada Bayi
Baru Lahir Dengan Resusitasi
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola
pernafasan biasa, walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif,
tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir dalam apnu sekunder tidak akan
bernafas sendiri. Pernafasan buatan atau tindakan ventilasi dengan tekanan
positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai pernafasan
pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Apabila kita dapat membedakan bayi dengan apnu primer
dari bayi dengan apnu sekunder, maka kita dengan mudah dapat membedakan bayi
yang hanya memerlukan rangsangan sederhana dan pemberian oksigen dengan
bayi-bayi yang memerlukan pernafasan buatan dengan tekanan positif (VTP).
Akan tetapi secara klinis apabila bayi
lahir dalam keadaan apnu, sulit dibedakan apakah bayi itu mengalami apnu primer
atau apnu sekunder. Hal ini berarti bahwa menghadapi bayi yang dilahirkan dengan
apnu, kita harus beranggapan bahwa kita berhadapan dengan bayi apnu sekunder
dan harus segera melakukan resusitasi.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer
dan memberikan stimulasi yang kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian
oksigen dan meningkatkan resiko kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari
bahwa bayi yang mengalami apnu sekunder, semakin lama kita menunda upaya
pernafasan buatan, semakin lama bayi memulai pernafasan spontan. Penundaan
dalam melakukan upaya pernafasan buatan, walaupun singkat, dapat berakibat
keterlambatan pernafasan yang spontan dan teratur. Perhatikan bahwa semakin
lama bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya
kerusakan otak.
Penyebab apapun yang merupakan latar belakang depresi
ini, segera sesudah tali pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak
mampu memulai pernafasan spontan yang memadai akan mengalami hipoksia yang
semakin berat dan secara progresif menjadi Asfiksia. Resusitasi yang
efektif dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah Asfiksia progresif.
Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan
alat-alat vital lainnya.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC Resusitasi.
A – Memastikan saluran nafas terbuka.
B – Memulai pernafasan.
C – Mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah.
Bagian-bagian dari tata laksana resusitasi yang
dikaitkan dengan ABC resusitasi dapat dilihat di bawah ini.
A – Memastikan saluran nafas terbuka
·
Meletakkan bayi dalam posisi
kepala defleksi bahu diganjal.
·
Menghisap mulut, hidung dan
kadang-kadang trakea.
·
Bila perlu,masukkan pipa
endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
B – Memulai pernafasan
·
Memakain rangsangan taktil
untuk memulai pernafasan.
·
Memakai VTP, bila perlu seperti
:
-
Sungkup dan balon, atau
-
Pipa ET dan balon,
-
Mulut ke mulut (hindari paparan
infeksi).
C – Mempertahankan sirkulasi
darah
·
Rangsangan dan pertahankan
sirkulasi darah dengan cara :
-
Kompresi dada.
-
Pengobatan.
Persiapan Resusitasi :
Mengantisipasi riwayat antepartum
·
Meninjau riwayat antepartum.
·
Meninjau riwayat intrapartum.
Persiapan alat :
· Alat pemanas siap pakai.
· Oksigen.
Dibutuhkan sumber oksigen 100% bersama pipa oksigen
dan alat pengukurnya.
· Alat penghisap.
-
Penghisap lendir kaca.
-
Penghisap mekanis.
-
Kateter penghisap no. 5F, 6F,
8F, 10F.
-
Sonde lambung no. 8F dan
semprit 20 ml.
-
Penghisap mekoneum.
· Alat sungkup dan balon resusitasi.
-
Sungkup berukuran untuk bayi
cukup bulan dan kurang bulan/ prematur (sungkup mempunyai pinggir yang lunak
seperti bantal).
-
Balon resusitasi neonatus
dengan katup penurun tekanan. Balon harus mampu untuk memberikan oksigen
90-100%. Pipa saluran pernafasan berukuran untuk bayi cukup bulan dan kurang
bulan. oksigen dilengkapi alat pengukur
aliran oksigen dan pipa-pipanya.
-
Alat intubasi.
-
Laringoskop dengan lidah lurus
no. 0 (untuk bayi kurang bulan) dan no. 1 (untuk bayi cukup bulan).
-
Lampu dan baterai ekstra untuk
laringoskop.
-
Pipa endotrakeal ukuran
2,5;3,0;3,5;4,0 mm.
-
Silet.
-
Gunting.
-
Sarung tangan
·
Obat-obat :
-
Epinefrin 1: 10.000 dalam ampul
3 ml atau 10 ml.
-
Nalokson hodroklorid 0,4 mg/ml
dalam ampul 1 ml atau mg/ml dalam ampul 2 ml.
-
Volume expander, salah satu dari yang
berikut ini :
o 5% larutan Albumin Saline.
o Larutan NaCl 0,9%.
o Larutan Ringer Laktat.
-
Bikarbonas natrikus 4,2% (5
mEq/ 10 ml) dalam ampul 10 ml.
-
Larutan Dekstrose 5%,10%, 250
ml.
-
Aquadest steril 25 ml.
-
Larutan NaCl 0,9%, 25 ml.
·
Lain-lain
-
Stetoskop bayi.
-
Plester ½ atau ¾ inci.
-
Semprit untuk 1, 3, 5, 10, 20,
50 ml.
-
Jarum berukuran 18, 21, 25.
-
Kapas alkohol.
-
Baki untuk kateterisasi ateria
umbilikalis.
-
Kateter umbilikus berukuran 3,
5F;5F.
-
Three-way stopcocks
-
Sonde lambung berukuran 5F.
Paling sedikit satu orang siap di kamar bersalin yang
terampil dalam melakukan resusitasi bayi baru lahir dan dua orang lainnya untuk
membantu dalam keadaan resusitasi darurat.
9.2 Urutan Pelaksanaan Resusitasi
1. Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi
· Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat
meletakkan bayi hangat.
· Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi
dikeringkan dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (Apabila diperlukan
penghisapan mekoneum, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah
mekoneum dihisap dari trakea).
· Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai
plastik tipis yang tembus pandang.
2. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
· Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan
leher sedikit tengadah (ekstensi).
· Untuk mempertahankan agar leher tetap tengadah, letakkan handuk atau
selimut yang digulung di bawah bahu bayi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1
inci (2-3 cm).
3. Membersihkan jalan nafas
· Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di
faring bagian belakang.
· Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud :
-
cairan tidak teraspirasi.
-
hisapan pada hidung akan
menimbulkan pernafasan megap-megap (gasping).
· Apabila mekoneum kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan
penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa ET).
4. Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting
bagi kelanjutan hidup bayi.
· Usaha bernafas.
· Frekuensi denyut jantung.
· Warna kulit.
5. Menilai usaha bernafas
· Apabila bayi bernafas spontan dan memadai, lanjutkan dengan menilai
frekuensi denyut jantung.
· Apabila bayi mengalami apnu atau sukar bernafas (megap-megap atau gasping)
dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki
bayi atau menggosok-gosok punggung bayi sambil memberikan oksigen.
· Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan
taktil, mulailah pemberian VTP (ventilasi tekanan positif).
· Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari
tabung oksigen). Kecepatan aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit. Apabila
sungkup tidak tersedia, oksigen 100% diberikan melalui pipa yang ditutupi
tangan di atas muka bayi dan aliran oksigen tetap terkonsentrasi pada muka
bayi, oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan ditambahkan melalui pipa
berdiameter besar.
6. Menilai frekuensi denyut jantung bayi
· Segera setelah menilai usaha bernafas dan melakukan tindakan yang diperlukan, tanpa memperhatikan
pernafasan apakah spontan normal atau tidak, segera dilakukan penilaian
frekuensi denyut jantung bayi.
· Apabila frekuensi denyut jantung lebih dari 100/menit dan bayi
bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit.
· Apabila frekuensi denyut jantung kurang dari 100/menit, walaupun
bayi bernafas spontan, menjadi indikasi untuk dilakukan VTP.
· Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus segera
diberikan dan pada saat yang sama VTP dan kompresi dada dimulai.
7. Menilai warna kulit
· Penilaian warna kulit dilakukan apabila bayi bernafas spontan dan
frekuensi denyut jantung bayi lebih dari 100/menit.
· Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen diberikan.
· Apabila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan.
Sianosis perifer disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih lamban,
antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin, bukan akibat hipoksemia.
9.3 Ventilasi
tekanan positif (VTP)
Urutan langkah berikut adalah urutan langkah bagi
fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai alat sungkup dan bahan resusitasi.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai alat tersebut seperti
Puskesmas atau bidan, dapat melakukan resusitasi dengan alat sungkup dan tabung
yang diuraikan pada bagian akhir bab ini.
· Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
· Agar VTP efektif, memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan
ventilasi harus sesuai.
· Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
· Tekanan ventilasi
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama
setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O. setelah nafas pertama,
membuthkan 15-20 cm H2O. Bayi dengan kondisi/ penyakit paru-paru
yang berakibat turunnya compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O.
Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai
pengukur tekanan.
· Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas
dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang,
menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan
terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks.
· Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang
efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
· Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara
nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang
benar.
· Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah
satu penyebab berikut :
-
Pelekatan sungkup kurang
sempurna.
-
Arus udara terhambat.
-
Tidak cukup tekanan.
Apabila dengan tahapan di atas dada bayi masih tetap kurang
berkembang, sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakea dan ventilasi pipa balon!
9.4 Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP
· Frekuensi denyut jantung bayi dinilai setelah selesai melakukan
ventilasi 15-20 detik pertama.
· Frekuensi denyut jantung dihitung dengan cara menghitung jumlah
denyut jantung dalam 6 detik dikalikan 10, sehingga diperoleh frekuensi jantung
per menit.
· Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
-
Lebih dari 100 kali/menit.
-
Antara 60-100 kali/menit.
-
Kurang dari 60 kali/menit.
· Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100 kali/menit
Bayi mulai bernafas spontan. Dilakukan rangsangan taktil untuk
merangsang frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan, oksigen
arus bebas diberikan. Kalau wajah bayi tampak merah, oksigen dapat dikurangi
secara bertahap.
Apabila pernafasan spontan dan adekuat tidak terjadi,
VTP dilanjutkan!
· Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 kali/menit
VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi.
Apabila
frekuensi denyut jantung bayi < 80 kali/menit, dimulai kompresi dada bayi!
·
Apabila frekuensi denyut
jantung bayi < 60 kali/menit
VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang
diberikan benar 100%?
Segera dimulai kompresi dada bayi!
9.5 Memasang kateter orogastrik
· Indikasi
VTP dengan balon dan sungkup lebih lama dari2 menit harus dipasang
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, oleh karena selama
ventilasi udara dari orofaring dapat masuk ke dalam esofagus dan lambung yang
berakibat :
-
Lambung yang terisi udara akan
membesar dan menekan diafragma menghalangi paru-paru berkembang.
-
Udara dalam lambung dapat
menyebabkan regurgitasi isi lambung yang mungkin menimbulkan aspirasi.
-
Udara dalam lambung dapat masuk
ke usus, menyebabkan perut kembung yang akan menekan diafragma.
· Alat yang dipakai pipa orogastrik nomor 8F. Semprit 20 ml.
· Ukur panjang pipa yang akan dimasukkan dengan cara mengukur
panjangnya mulai dari pangkal hidung ke daun telinga bayi dan dari daun telinga
ke prosesus sifoideus (ujung bawah hidung tulang dada) bayi.
· Masukkan pipa melalui mulut (hidung untuk ventilasi).
· Setelah pipa dimasukkan sesuai panjang yang diinginkan (sesuai
pengukuran sebelumnya), sambung dengan semprit 20 ml dan hisap isi lambung
dengan cepat dan halus.
· Lepaskan semprit dari pipa. Biarkan ujung pipa terbuka agar ada
lubang udara ke Lambung. Plester pipa ke pipi bayi untuk fiksisi ujung pipa.
9.6 Kompresi dada
· Kompresi dilakukan apabila setelah 15-30 detik melakukan VTP dengan
oksigen 100% frekuensi denyut jantung bayi adalah kurang dari 60 kali/menit,
atau 60-80 kali/menit dan tidak bertambah.
· Pelaksana menghadap ke dada bayi dengan kedua tangannya dalam posisi
yang benar.
· Kompresi dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah garis
khayal yang menghubungkan kedua putting susu bayi. Hati-hati jangan menekan
prosesus sifoideus.
· Dengan posisi jari-jari dan tangan yang benar, gunakan tekanan yang
cukup untuk menekan tulang dada ½ - ¾ inci (+ 1,25-2 cm), kemudian
tekanan dilepaskan untuk memungkinkan pengisian jantung. Yang dimaksudkan
dengan 1 kompresi (1 tekanan)ialah tekanan ke bawah ditambah pembebasan
tekanan.
· Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit ialah 90kompresi
dada dan 30 ventilasi (rasio 3:1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3
kali dalam 1 ½ detik dan ½ detik untuk ventilasi 1 kali. Ibu jari atau
ujung-ujung jari harus tetap kontak dengan tempat kompresi dada sepanjang
waktu, baik pada saat penekanan maupun pada saat melepaskan penekanan.
· Yang terpenting ialah menjaga agar dalam kecepatan penekanan tetap
konsisten untuk memastikan sirkulasi yang cukup. Setiap interupsi penekanan
akan menyebabkan penurunan tekanan darah karena peredaran darah terhenti.
· Untuk mengetahui apakah darah mengalir secara efektif, nadi harus
dikontrol secara periodik dengan meraba nadi misalnya di tali pusat, karotis,
brakhialis, dan femoralis.
· Evaluasi frekuensi denyut jantung bayi
Pada awal setelah 30 detik tindakan kompresi dada frekuensi denyut
jantung bayi harus dikontrol, oleh karena setelah frekuensi denyut jantung
mencapai 80 kali/menit atau lebih tindakan kompresi dada dihentikan. Frekuensi
denyut jantung bayi atau nadi dikontrol tidak lebih dari 6 detik.
· Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal
Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit
tindakan resusitasi dilakukan tidak ada respon dari bayi.
9.7 Intubasi endotrakeal
· Indikasi
-
Apabila diperlukan VTP agak
lama.
-
Apabila ventilasi dengan balon
dan sungkup tidak efektif.
-
Apabila perlu melakukan
penghisapan trakea.
-
Apabila dicurigai ada hernia
diafragmatika.
-
Bayi lahir kurang bulan dengan
berat < 1.000 g.
· Masukkan daun laringoskop antara palatum dan lidah. Ujung daun
laringoskop dimasukkan menyusuri lidah
secara perlahan ke pangkal lidah sampai di vallecula (lekuk
antara pangkal lidah dan epiglottis).
· Sewaktu memasukkan daun laringoskop, jikalau terdapat sekret/ lendir
menutupi jalan nafas, dilakukan penghisapan lendir menggunakan kateter sampai
epiglottis tampak dan untuk
menghindarkan aspirasi apabila bayi gasping.
· Tindakan intubasi dibatasi 20 detik untuk mencegah hipoksia. Pada
waktu berhenti, bayi distabilkan dengan memompa balon dan sungkup.
· Memasukkan pipa ET di antara pita suara, sampai sebatas garis tanda
pita suara, agar ujung pipa terletak dalam trakea di tengah antara pita suara
atau carina. Sewaktu memasukkan pipa ET, jangan kenai pita suara dengan
ujung pipa, karena dapat menyebabkan spasme pita suara.
· Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa menggangu/
menggeser pipa ET.
· Cabut stilet dari pipa ET.
· Sambil memegang pipa ET, pasang sambungan pipa ke balon resusitasi
dan lakukan ventilasi sambil memperhatikan dada
dan perut bayi. Apabila letak pipa ET betul akan terlihat dada
mengembang dan perut tidak mengembung sewaktu ventilasi. Mintalah kepada orang
lain (pembantu) untuk mendengarkan suara nafas menggunakan stetoskop.
· Tanda pipa ET tepat terletak di tengah trakea
Kedua sisi dada mengembang sewaktu dilakukan ventilasi. Suara nafas
terdengar sama di kedua sisi dada. Tidak terdengar suara di lambung. Perut
tidak kembung.
· Tanda pipa ET tepat terletak di bronkus
Suara nafas hanya terdengar si satu sisi paru-paru. Suara nafas
terdengar tidak sama keras. Tidak terdengar suara di lambung. Perut tidak
kembung. Tindakan : tarik pipa ET kurang lebih 1 cm.
· Tanda pipa ET tepat terletak di esofagus
Tidak terdengar suara nafas. Terdengar suara udara masuk ke lambung.
Perut tampak kembung. Tindakan : cabut pipa ET, diberi oksigen melalui
balon dan sungkup masukkan lagi pipa ET.
· Fiksasikan pipa ET ke wajah bayi plester atau dengan pemegang pipa
yang dapat ditempelkan ke wajah bayi. Sebelumnya wajah bayi harus dikeringkan.
Larutan benzoin dapat digunakan untuk melindungi kulit dan mempermudah lekatnya
plester.
9.8 Memberikan obat-obatan
Obat-obatan diperlukan bayi baru lahir yang tidak memberikan respon
terhadap ventilasi yang adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada.
Obat-obatan diberikan apabila :
· Frekuensi jantung tetap di bawah 80 per menit walaupun telah
dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dadauntuk paling
sedikit 30 detik, atau
· Frekuensi jantung nol.
· Stimulasi jantung
Obat-obatan volume expansers dan
diberikan selama prosedur resusitasi untuk :
· Meningkatkan perfusi jaringan
· Meningkatkan perfusi jaringan
· Memperbaiki keseimbangan asam basa.
Obat-obatan spesifik dan kebutuhan untuk mengulangi
dosis tersebut ditentukan oleh kondisi
bayi setelah pemberian setiap obat atau volume.
Dosis obat
didasarkan pada berat bayi. Di kamar bersalin
resusitasi selalu dilakukan sebelum bayi ditimbang. Dalam keadaan ini berat
badan harus ditaksir dengan melihat bayi tersebut atau dari prakiraan berat
bayi sebelum lahir. Setiap orang yang terlibat dalam resusitasi bayi baru lahir
harus membiasakan diri dengan cara pemberian obat yang digunakan.
Obat yang diberikan melalui :
· Vena umbilikalis
· Vena perifer
· Pipa endotrakenal
Vena umbilikalis ialah tempat yang
dipilih untuk pemberian obat di kamar bersalin
karena mudah dicari dan mudah dipasang kateter. Kateter umbilikalis 3,5 F atau
5 F dengan satu lubang di ujungnya dan petanda radio-opak harus digunakan.
Untuk penggunaan darurat kateter dimasukkan ke dalam vena umbilikalis sampai
ujung kateter sedikit di bawah batas kulit, tetapi aliran darah tetap lancar.
Apabila insensi kateter terlaliu dalam, terdapat risiko masuknya cairan ke
dalam hati dan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan.
1. Epinefrin
Epinefrin ialah obat pertama yang diberikan. Apabila respons
terhadap epinefrin tidak adekuat, volume expanders dan/atau
natriumbikarbonat diperlukan. Epinefrin hidroklorid (kadang-kadang disebut
sebagai adrenalin klorid) adalah suatu stimulan jantung. Epinefrin meningkatkan
kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung dan menyebabkan vasokonstriksi
perifer, yang berperan penting dalam peningkatan aliran darah melalui
arteri-arteri koroner dan aliran darah ke jaringan otak.
Indikasi :
Epinefrin harus diberikan apabila :
· Frekuensi jantung tetap di bawah 80 per menit walaupun telah
dilakukan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi
dada; atau
· Frekuensi jantung nol.
Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin
harus segera diberikan dan pada saat yang sama VTP dan kompresi dada dimulai.
Dosis
Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg untuk larutan 1 : 10.000
Kadar garam larutan yang dianjurkan 1 : 10.000. Epinefrin secara
komersil terdapat dalam larutan berkadar 1 : 10.000, sehingga tidak perlu
mengencerkan lagi. Obat disiapkan 1 ml dalam semprit.
Sebagian anak dan orang dewasa yang tidak memberikan
respons, dengan dosis standar epinefrin akan memberikan respons dengan dosis
0,2 mg/kg (2 ml/kg), tetapi data ini tidak cukup untuk mengevaluasi asfiksi dan
keamanan dosis tersebut pada bayi baru lahir.
Cara Pemberian
Intravena (IV) atau melalui pipa endotrakeai.
Pertimbangan pemberian dosis yang lebih tinggi yaitu 0,1 – 0,2 mg/kg
(1-2.ml/kg) epinefrin melalui pipa ET apabila secara intravena memungkinkan dan
apabila bayi baru lahir tidak memberikan respon terhadap dosis standar. Apabila
diberikan melalui pipa ET, epinefrin diencerkan dengan cairan garam fisiologis
sampai volume 1-2 ml dan diberikan dengan cepat.
Efek
· Meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung.
· Menyebabkan vasokontraksi perifer.
Tanda-tanda yang diharapkan
Frekuensi jantung harus naik sampai 100 kali per menit atau lebih
dalam 30 detik setelah epinefrin diberikan melalui infus.
Tindak lanjut
Apabila frekuensi jantung tetap di bawah 100 per menit,
dipertimbangkan pemberian :
· Epinefrin diberikan lagi, dapat diulang setiap 3-5 menit apabila
diperlukan.
· Volume expanders, apabila terdapat
kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemia.
· Natrium bikarbonat, untuk apnu yang lama yang tidak memberikan
respon terhadap terapi lain
2.Volume expanders
Volume expanders digunakan untuk
menanggulangi efek hipovolemia dengan meningkatkan volume vaskuler perfusi
jaringan. Hipovolemia perlu dipertimbangkan pada setiap bayi yang membutuhkan
resusitasi. Penting untuk disadari bahwa tanda-tanda hipovolemia karena
kehilangan darah pada bayi sering tidak tampak. Bayi dapat menderita kehilangan
10% - 15% dari volume darah total dan menunjukkan tidak lebih dari penurunan
sedikit pada tekanan darah sistemik yang pada umumnya tidak tampak di kamar
bersalin. Kehilangan 20% atau lebih volume darah total menyebabkan tanda-tanda
berikut :
· Pucat yang menetap setelah oksigenasi
· Nadi yang lemah dengan fungsi jantung yang baik.
· Respons yang buruk terhadap usaha resusitasi.
· Penurunan tekanan darah (mungkin ditemukan)
Pada kehilangan darah akut, penentuan kadar hemoglobin dan
hematokrit dapat disalah artikan karena nilai-nilai ini pada awalnya mungkin
normal.
Indikasi
Volume expanders digunakan dalam
resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga adanya kehilangan darah akut
dengan tanda-tnada hipovolemia.
Empat jenis volume expanders yang sangat
diberikan :
· Darah/ whole blood (darah O yang telah diperiksa silang dengan
darah ibu)
· Cairan albumin-salin 5% (atau pengganti plasma yang lain).
· Larutan garam-fisiologis (NaCl fisiologis)
· Cairan Ringer Laktat.
Walaupun darah yang cocok merupakan volueme
expanders yang terbaik, tetapi kemungkinan darah ini sulit didapatkan
dengan segera. Kenalilan setiap volume expanders dalam kemasannya di
institusi anda dan bagaimana setiap volume expanders disiapkan untuk
diberikan. Beberapa jenis membutuhkan filter.masukkan 40 ml ke dalam semprit
atau perangkat infus.
Pemberian
Dosis 10 ml.kg
Cara pemberian intravena (IV)
Kecepatan pemberian selama waktu 5 sampai 10 menit.
Efek
· Meningkatkan volume vaskuler
· Menurunkan asidosis metabolik dengan meningkatkan perfusi jaringan
Tanda-tanda yang diharapkan
Tekanan darah meningkat, nadi menjadi kuat, dan warna pucat
menghilang.
Tindak lanjut
· Dapat diulang apabila tanda-tanda hipovolemia menetap
· Apabila perbaikan hanya sedikit atau tidak ada
-
Dipertimbangkan adanya asidosis
metabolik dan perlunya bikarbonat.
-
Dengan menurunnya tekanan darah
yang menetap, dipertimbangkan penggunaan Dopamin.
3.Natrium bikarbonat
Pada asfiksia yang lama, berkurangnya oksigenasi jaringan akan
menyebabkan timbulnya asam laktat, yang menyebabkan terjadinya asidosis
metabolik. Meningkatnya asidosis metabolik secara progresif akan diperlambat
dengan memastikan adanya oksigenasi dalam darah, menghilangkan karbondioksida,
dan menimbulkan perfusi jaringan yang adekuat. Walaupun natrium bikarbonat
berguna dalam mengatasi asidosis metabolik, efeknya dipengaruhi oleh adanya
ventilasi dan perfusi yang adekuat.
Tidak terdapat bukti bahwa obat ini berguna pada fase resusitasi
bayi baru lahir.
Penggunaan natriumbikarbonat tidak menguntungkan dalam resusitasi
jantung paru yang cepat, tetapi mungkin menguntungkan dalam apnu yanglama tidak
memberikan respon terhadap terapi lain.
Indikasi
Natrium bikarbonat digunakan apabila terdapat apnu yanglama yang
tidak memberikan respon tehadap terapi lain.
Natrium bikarbonat hanya diberikan apabila VTP sudah dilakukan.
Dosis
Dosis 2 mEq/kg.
Kadar dalam lautan yang dianjurkan 0, mEq/ml = 4,2% cairan. Cairan
4,2% natrium bikarbonat terdapat dalam semprit 10 ml.
Cara pemberian
Intravena (IV)
Masukkan 20 ml Natrium bikarbonat ke dalam semprit atau siapkan 2
semprit berisi masing-masing 10 ml Natrium bikarbonat. Kecepatan pemberian
perlahan-lahan, paling cepat dalam waktu 2 menit (1 mEq/kg per menit).
Efek
· Memperbaikki asidosis metabolik dengan meningkatkan pH darah apabila
ventilasi adekuat.
· Menimbulkan penambahan volume disebabkan oleh cairan garam
hipertonik.
Tanda-tanda yang diharapkan
Frekuensi jantung harus meningkat sampai 100 kali atau lebih per
manit dalam 30 detik setelah obat diberikan.
Tindak lanjut
· Apabila frekuensi jantung di bawah 100 kali per menit,
dipertimbangkan pemberian ulang epinefrin dan dilanjutkan dengan volume
expanders, VTP dan kompresi dada.
·Apabila terdapat hipotensi yang menetap dipertimbangkan pemberian
Dopamin.
Peringatan
· VTP yang efektif harus mendahului dan menyertai pemberian Natrium
bikarbonat
· Untuk mengurangi kadar pendarahan intravaskuler, Natrium bikarbonat
diberikan dalam kadar dan kecepatan yang dianjurkan.
· Natrium bikarbonat dapat berguna pada resusitasi yang lama untuk
membantu mengatasi asidosis metabolik yang diketahui atau mungkin terjadi,
tetapi penggunaannya kurang berhasil pada henti jantung untuk waktu singkat
atau episode bradikardia yang tidak lama.
4.Nalokson hidroklorid
Nalokson hidroklorid, dikenal dengan nama Narcan,
adalah antagonis narkotika yang melawan depresi pernafasan yang disebabkan oleh
beberapa obat narkotika. Pada bayi baru lahir, depresi pernafasan akibat
narkotika paling serig terjadi apabila ibu mendapat narkotika dalam 4 jam
sebelum persalinan. Pada bayi baru lahir dengan depresi pernafasan akibat
narkotika ibu, apabila ventilasi diberikan tepat waktu dan efektif, nalokson
seringkali merupakan satu-satunya obat lain yang diperlukan.
Indikasi
· Depresi pernafasan yangberat atau,
· Riwayat pemberian narkotika pada ibu dalam 4 jam sebelum pernafasan.
Dosis
Dosis 0,1 mg/kg
Kadar 0,4 mg/ml atau 0,1 mg/ml cairan. Siapkan 1 ml dalam semprit.
Cara pemberian
Diutamakan melalui pipa ET atau IV
Dapat diberikan IM atau SC tetapi mulai bekerjanya lambat.
Disuntikkan dengan cepat
Efek
Antagonis narkotika.
Tanda-tnada yang diharapkan.
Pernafasan spontan
Tindak lanjut
Pantau pernafasan dan frekuensi jantung dengan ketat. Nalokson ulang
diberikan apabila depresi pernafaan timbul lagi.
Catatan
Lama bekerja nalokson 1 jam sampai 4 jam. Lama kerja narkotika yang
sering lebih lama daripada nalokson, sehingga memerlukan dosis ulangan
nalokson.
Hati-hatilah dalam memberikan nalokson kepada bayi dan ibu pecandu
narkotika, karena dapat mengakibatkan kejang-kejang berat.
Obat
|
Kadar
|
Persiapan
|
Dosis/
Cara
|
Catatan
|
||||||
Epnefrin
|
1
: 10.000
|
1
ml
|
0,1
– 0,3 ml/kg IV atau Et
|
Diberikan
cepat
Dapat
diberikan dengan larutan garam fisiologis sampai 1-2 ml apabila diberikan
melalui pipa ET
|
||||||
Volume expanders
(kristaloid)
|
Darah lengkap Albumin salin 5%
Larutan
garam fisiologis Ringer laktat
|
40
ml
|
10
ml/kg
IV
|
Diberikan
selama 5-10 menit
Diberikan
melalui semprit atau tetesan intravena
|
||||||
Natrium
bikarbonat
|
0,5
mEq/ml
(cairan
4,2%)
|
20
ml atau 2 buah semprit 10 ml yang telah diisi
|
2
mEq/kg
IV
(4 ml/kg)
|
Diberikan
pelan-pelan dalam waktu paling sedikit 2 menit.
Diberikan
hanya apabila bayi sudah dalam ventilasi efektif.
|
||||||
Nalokson
hidroklorid
|
0,4
mg/ml
|
0,1
mg/kg
(0,25
ml.kg)
|
IV,
ET, IM, SC
|
Diberikan
cepat
Diutamakan
IV, ET, IM, SC dapat dilakukan
|
||||||
|
10
mg/ml
|
1
ml
|
0,1
mg/kg
(0,1
mg/kg)
IV,
ET, IM, SC
|
|
||||||
5.Sungkup dan tabung resusiator
Resusitasi bayi baru lahir dengan sungkup dan tabung
resusitator merupakan cara baru menolong pernafasan bayi baru lahir dengan
cepat. Alat ini hanya digunakan untuk meniupkan udara ke paru-paru bayi baru
lahir. Alat ini tidak menggantikan dan tidak boleh mengubah langkah-langkah
resusitasi yang benar. Tindakan membersihkan jalan nafas dan langkah-langkah
selanjutnya tetap tidak boleh ditinggalkan.
Dengan alat ini, pertolongan resusitasi
akan lebih baik dan didapatkan beberapa keuntungan yaitu penolong dapat melihat
pergerakan dada bayi dengan lebih jelas, dan kemungkinan-kemungkinan penularan
penyakit dari bayi kepada penolong dapat dicegah.
Komponen dan pemasangan :
-
Tabung plastik.
-
Tutup karet atas ( plastik )
-
Katup karet.
-
Tutup katup bawah ( plastik )
-
Kepala sungkup ( plastik )
-
Sungkup ( karet silikon )
Cara pemeliharaan
-
Alat ini sebaiknya disimpan di
tempat kering.
-
Alat ini dapat dicuci dengan
air hangat dengan sabun
-
Bagian sungkup silikon dan
katup dapat direbus atau disterilisasikan. Pipa dan peralatan plastik lainnya
cukup dicuci dengan sabun.
Latihan dengan bola
-
Sebelum mempraktekkan upaya
bantuan pernafasan pada bayi baru lahir, lakukanlah latihan dengan meniup
sungkup pada bola yang dihubungkan dengan pipa dan botol limun (soft drink)
yang berisi air penuh (± 30 cm
air).
-
Berlatihlah dengan meniup
sampai pipa penuh terisi udara sehingga air meluber (tumpah).
Cara penggunaan :
-
Tatalaksana resusitasi bayi
baru lahir di rumah atau di Polindes dengan sungkup dan tabung.
-
Letakkan bayi diam sikap
terlentang dan taruhlah sepotong kain yang digulung di bawah bahu bayi.
-
Penolong berdiri di belakag
kepala bayi agar dapat melihat pergerakan dada bayi dan menentukan apakah
pergerakan berlangsung seimetris.
-
Melalui sungkup lihat bawah
hidung dan mulut keduanya tertutup oleh
sungkup dan tidak ada udara yang keluar di sisi sungkup.
-
Pada tiupan pertama perhatikan
bahwa tidak terjadi pelebaran (distensi) leher bayi. Bila ada berarti posisi
kepala bayi terlalu tengadah.
-
Amati pergarakan dada bayi pada
saat meniup, upayakan seluruh dada juga bagian pinggir kir-kanan dada ikut
serta
-
Pada kebanyakan bayi,
pernafasan dilakukan dengan tiupan
berkekuatan paling tinggi 20-30 cm air (Untuk membiasakan dengan kekuatan
tiupan sebaiknya dilakukan latihan dengan menggunakan botol minum).
-
Segera bayi telah memperlihatkan
nafas pertama, tekanan peniupan dapat dikurangi sampai 20 cm air.
-
Kecapatan bantuan pernafasan 30
kali/menit.
-
Hentikan pernafasan bantuan
setiap 20-30 kali tiupan untuk memberikan kesempatan bayi menarik nafas
spontan.
-
Bila reaksi terhadap peniupan
kurang baik atau tidak terjadi pergerakan dada bagian atas, periksalah sungkup
dan tabung terhadap kebocoran udara dan perhatiakan sikap/ posisi kepala bayi
yang sedikit tengadah.
-
Pernafasan buatan dihentikan
bila tidak terjadi pernafasan spontan sesudah 20 menit pernafasan buatan
dilakukan dan telah dilakukan penilaian kembali. Bila terdapat denyut jantung
dan usaha untuk bernafas (merintih) lakukan pernafasan buatan untuk 20 menit
lagi, tetapi dengan tekanan yang lebih rendah yaitu 10-20 cm air.
-
Bayi dengan frekuensi denyut
jantung rendah disertai upaya bernafas, harus segera dirujuk ke pusat pelayanan
kesehatan dengan fasilitas yang sesuai.
-
Untuk bayi yang tidak
memperlihatkan denyut jantung sesudah 30 menit pernafasan buatan dilakukan
kemungkinan besar sudah meninggal.
Apabila sungkup dan tabung tidak tersedia
Dalam prosedur resusitasi bayi baru lahir prinsip
pencegahan infeksi (universal precaution) harus selalu dipegang teguh.
Mengingat cairan tubuh bayi potensial untuk menularkan penyakit infeksi khususnya
HIV (virus AIDS), maka penolong apabila melakukan resusitasi mulut ke mulut,
hati-hati terhadap kemungkinan infeksi.
RINGKASAN RESUSITASI DI KAMAR BERSALIN
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9.9 Penatalaksanaan
Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
1. Apgar
skor menit I : 0-3
Jaga agar bayi
tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya.
Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan
resusitasi.
Lakukan
segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi.
Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa
ke ICU.
Ventilasi
Biokemial
Dengan
melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium
Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada
asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam.
Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan
pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x pijat
jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167).
2. Apgar
skor menit I : 4-6
Seperti
yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
Beri rangsangan taktil
dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik.
Bila belum berhasil, beri
O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang
dihangatkan).
Skor apgar 4-6 dengan
detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask ventilation
dan pijat jantung.
3. Apgar
skor menit I : 7-10
Bersihkan jalan nafas
dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah bernafas dengan
hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu
dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban
mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk
menghindari aspirasi paru.
Bayi dibersihkan (boleh
dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena kehilangan
panas paling besar terutama daerah kepala.
Observasi tanda vital
sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.1
Tahap pengkajian
2.1.1 Pengumpulan Data
1. Data Subyektif
Data subyektif terdiri dari
Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis
kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu), umur,
agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat
Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui
dari riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia,
hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit
seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm
misalnya kelahiran multiple, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan
kongenital, riwayat persalinan preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinuitas atau
periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas
kesehatan.
Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin
menurun.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan
usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai
kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu
dikaji :
Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal,
perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.
Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal
distress, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep
ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem
pernafasan.
Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.
Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5
menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10)
asfiksia ringan.
Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal
(2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm ³ 2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari
normal (34-36 cm).
Adanya kelainan kongenital : Anencephal,
hirocephalus anetrecial aesofagal.
Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia
berat gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap
sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi
bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk
mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk
pemberian obat intravena.
Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian
asfiksia
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan
tertentu terutama jenis psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol,
kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan
rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali
dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat
hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena
memerlukan perawatan yang intensif
2.
Data Obyektif
Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya
lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang
aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya
terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya
tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang
baik.
Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik
apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko
terjadinya hipotermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh
< 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per menit
respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia
berat pernafasan belum teratur.
2.1.2 Pemeriksaan fisik.
Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas
berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks.
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau
cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.
Mata
Warna conjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak
ada bleeding conjungtiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan
terdapat penumpukan lendir.
Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir
atau tidak.
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus
pendek
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal,
perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100
kali per menit.
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm
dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit
berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi
karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau
tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat
adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus
perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan,
kadang perdarahan.
Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi
buang air besar serta warna dari feses.
Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin,
perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan
jari-jari tangan serta jumlahnya.
Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek
moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan
susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356)
2.1.3 Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting
artinya dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat
memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri
dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan
asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal
4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko
tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi
cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi
terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun
terjadi asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2
pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2
pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia
terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran,
jantung ukuran normal.
Analisa data dan perumusan masalah
Tabel 2.2 Analisa Data
dan Perumusan Masalah
Sign / Symptorn |
Kemungkinan
Penyebab
|
Masalah
|
1. Pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping
hidung, cyanosis, ada lendir pada
hidung dan mulut, tarikan inter-costal, abnormalitas gas darah arteri.
|
- Riwayat
partus lama
- Pendarahan
peng-obatan.
- Obstruksi
pulmonary
- Prematuritas
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan O2
|
2. Akral
dingin, cyanosis pada ekstremmitas,
keadaan umum lemah, suhu tubuh dibawah
normal
|
- lapisan
lemak dalam kulit tipis
|
Resiko terjadinya hipotermia
|
3. Keadaan
umum lemah, reflek menghisap lemah,
masih terdapat retensi pada sonde
|
- Reflek menghisap
lemah
|
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
|
4. Suhu
tubuh diatas normal, tali pusat layu,
ada tanda-tanda infeksi, abnormal kadar leukosit, kulit kuning, riwayat
persalinan dengan ketuban mekoncal
|
- Sistem Imunitas yang belum sempurna
- Ketuban
mekoncal
- Tindakan
yang tidak aseptik
|
Resiko terjadinya infeksi
|
5. Akral
dingin
Ekstremitas pucat, cyanosis, hipotermi,
distrostik rendah atau dibawah harga
normal.
|
- Metabolisme
meningkat
- Intake
yang kurang.
- Obstruksi
pulmonary
|
Resiko terjadinya hipoglikemia
|
6. Bayi
dirawat di dalam inkubator di ruang intensif, belum ada kontak antara ibu dan
bayi
|
- Perawatan
Intensif
|
Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan
bayi.
|
2.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
post asfiksia berat antara lain:
2.3.1 Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan
kontriksi arteri pulmunar. Peningkatan pembuluh darah paru, penurunan viskositas
paru, CNS
2.3.2 Gangguan perfusi renal sehubungan dengan hipovolemia, iskemic
2.3.3 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
2.3.4 Penurunan CO sehubungan dengan odema paru,
kontriksi arteri pulmonal
2.3.5 Resiko terjadinya infeksi sehubungan dengan
infeksi nasokomial, respon imun yang menurun, ketidaktahuan
2.4 Rencana Perawatan
DX I
Tujuan : Kebutuhan O2 bayi
terpenuhi
Kriteria
Hasil :
- Gas darah normal
- Pco2 lebih rendah dari normal
- Pernafasan normal 40-60 kali permenit.
- PH tinggi
- Tidak cyanosis, apnea & tidak bradikardi
Intervensi
:
1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang
data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan
bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm
R/ Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher
yang dapat mengurangi kelancaran jalan
nafas.
2.Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
R/ Jalan nafas harus tetap
dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna
3.
Observasi
gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis, apnea & bradikardi tiap 4 jam
R/ Deteksi
dini adanya kelainan.
4. Monitor
gas darah dan TTV
R/ Deteksi dini adanya kelainan
5. Kolaborasi
dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah
arteri.
R/ Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan
otak. Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi
DX II
Tujuan : Tidak terjadi hipovolemia, iscemic
Kriteria Hasil : -
output normal
-
kandungan zat kimia urine normal
- kadar darah normal
Intervensi :
1. Kaji input dan output
R/ Deteksi dini adanya dehidrasi
2.
Monitor hasil
lab urine, kadar darah normal
R/ Deteksi dini adanya kelainan
3. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian diuretik
R/
Mencegah terjadinya hipovolemia
DX III
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : -
Bayi dapat minum pespen / personde dengan baik.
-
Berat badan tidak turun lebih dari 10%.
-
Retensi tidak ada.
Intervensi :
1. Lakukan
observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi
R/ Deteksi adanya kelainan
pada eliminasi bayi dan segera mendapat
tindakan / perawatan yang tepat.
2. Monitor turgor dan mukosa mulut
R/ Menentukan
derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor
intake dan out put.
R/ Mengetahui
keseimbangan cairan tubuh (balance)
4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan .
R/ Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
5. Lakukan
control berat badan setiap hari.
R/ Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.
DX IV
Tujuan
: Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria Hasil : - Tidak
ada tanda-tanda infeksi.
- Tidak
ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi
:
1.
Lakukan
teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
R/ Pada bayi
baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah
2.Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan.
R/ Mencegah penyebaran infeksi nosokomial
3.
Pakai baju
khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi)
R/ Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi
4. Lakukan perawatan
tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
R/ Mencegah terjadinya
infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur,
desinfektan
5. Jaga
kebersihan (badan, pakaian) dan
lingkungan bayi.
R/ Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal
R/ Deteksi dini adanya kelainan
7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
R/ Mencegah
terjadinya penularan infeksi
8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian
antibiotik.
R/ Mencegah infeksi dari pneumonia
9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP
R/ Sebagai pemeriksaan penunjang.
DX IV
Tujuan : Tidak terjadi hipoglikemia
selama masa perawatan.
Kriteria
Hasil : - Akral hangat
- Tidak
cyanosis
- Tidak
apnea
- Suhu normal (36,5°C –37,5°C)
- Distrostik normal (> 40 mg)
Intervensi :
1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta
monitor setiap pemberian nutrisi.
R/ Mencegah
pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out put.
2. Beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan
suhu lingkungan
R/ Menjaga
kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang
3. Observasi
gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi)
R/ Deteksi dini adanya kelainan.
4. Kolaborasi
dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik
R/ Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan komplikasi yang
ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain.
2.5
Tahap Pelaksanaan Tindakan
2.6
Tahap Evaluasi
|
|
|
|
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta
Aminullah
Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta
.
Aliyah Anna, dkk.
1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia
(Perinasia): Jakarta
Asuhan
Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga. Bakti Husada Jakarta Depkes 1992
Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kes Maternal & Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo. Jakarta 2001
Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Jilid 1, A. H. Markum Bag. Ilmu Kes Anak Fakultas Kedokteran UI
Jakarta 1991
Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata
Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta.
Ilyas
Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.
Ilmu Kebidanan, Hanita Wiknjosastro Editor, Abdul Hari Saifudin,
Triyatmo Rachimhadhi, Ed 3, Cet 5 Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo, 1999
Pelatihan Asuhan
Persalinan Normal Bersih & Aman, Bakti Husada.
Dinas Kesehatan Bag Proyek PUK SMP – FA Propinsi Jawa Timur 2003
Tucher Martin Susan, 1999, Standart
Perawatan Pasien, Proses keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi, EGC :
Jakarta.
Tueng Yoseph, 1994, Prinsip-Prinsip
Merawat Berdasarkan Pendekatan Proses Keperawatan, EGC : Jakarta.
Wahidiyat Iskandar, dkk. 1991, Diagnosis Fisik Pada Anak, Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta.
, 1999,
Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial, Depkes RI: Jakarta.
, 2000, Pelayanan
Kesehatan Maternas dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka
prawirohardjo:Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar