Jumat, 20 Juli 2012

ASD (ATRIAL SEPTAL DEFECT)



ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN ASD (ATRIAL SEPTAL DEFECT)




    


Disusun Oleh
FANDIK 




AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
2005 / 2006
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN ASD (ATRIAL SEPTAL DEFECT)

1.       LANDASAN TEORI
Pengertian
ASD adalah kelainan natomik jantung kibat terjadinya kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringn pada tahap perkembangan pemisahan rongga atrium menjadi atrium kanan dan kiri.
Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain :
            Faktor genetik : Kelainan kromosom seperti pada down syndrom, tuner syndrom dan lain – lain.
            Faktor lingkungan : gangguan sirkulasi utero placentair.
            Pada saat hamil ibu menderita pubella, ibu hamil yang alkoholik, usia ibu yang saat hamil lebih dari 40 tahun.
Patofisiologi
ASD akibat terjadinya kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan pada tahap perkembangan pemisahan organ atrium menjadi atrium kiri dan kanan. Akibat adanya celah patologis antara atrium kanan dan atrium kiri, klien dengan defec septum atrium mempunyai beban pada sisi jantung kanan , akibat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan. Beban tersebut merupakan beban volume (volume overload). Aliran darah pintas kiri ke kanan pada tipe osteum sekundum dan tipe sinus venosus akan menyebabka keluhan kelemahan dan sesak nafas, umumnya timbul pada usia dewasa muda. Kegagalan jantung kanan serta aritma supra ventrikulear dapat pula terjadi pada stadium lanjut. Namun apabila repurigtusi mitral berat, gejala serta keluhan akan muncul lebih berat dan lebih awal. Gejala ini umumnya ditemukan pada umur 20 – 40 tahun.

Terdapat 3 bentuk anatomik ASD yaitu :
1.3.1        Defec Fossa Sekundum (90%) atau ASD II (ASD Sekunder) bila lubang terletak didaerah fosa ovalis.
1.3.2        Defek sinus venosus atau vena cava superior (5%) bila lubang terletak didaerah venosus (dekat muara vena cava superior dan inferior).
1.3.3        Endokardial Eushion Defect (5%) atau ASD I (ASD Primer) bila lubang terletak didaerah ostium prenium(termasuk salah satu bentuk defec septum atrioventrikuler.
Gejala Klinis
1)      Sesak nafas
2)      Capek selama aktivitas (kelemahan fisik, letih, lelah).
3)      Anoreksia, mual, muntah kadang - kadang terjadi
4)      Pada pemeriksaan ditemukan :
-          Aktifitas ventrikel kanan jelas teraba pada parasternal kanan.
-          Bunyi Sistolik murmur II
-          Wide fixed split bunyi jantung II
Komplikasi
Bias disertai dengan kelainan jantung lain.
Prognosa
Bila ukuran kecil (1 ½ cm) tidak ada keluhan
Defect sedang / besar akan timbul keluhan pada umur 50 tahun.
Pada endocardial Eushion defect akan lebih cepat terjadi penyakit jantung.
Penatalaksanaan
Tindakan bedah dilakukan atas indikasi.
-          ASD dengan keluhan shunt besar
-          ASD dengan pulmonag blood flow 2 x sistemic blood flow.



2.       LANDASAN ASKEP
Pengkajian
1)      Biodata
Terutama lebih banyak menyeraang anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki.
2)      Keluhan Utama
Nyeri
3)      Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas sianosis, kelemahan, nafas cepat, nyeri.
4)      Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah menderita penyakit jantung.
5)      Riwayat Penyakit Keluarga
Didalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung.
6)      Activity Daily Life
-          Nutrisi
Anoreksa, mual, muntah, kadang – kadang terjadi.
-          Aktivitas
Mengalami kelemahan fisik, letih, lelah.
-          Istirahat tidur
Mengalami gangguan karena sesak.
-          Eliminasi
Memerlukan bantuan
-          Personal Hygiene
Memerlukan bantuan
7)      Pemeriksaan
Aktivitas ventrikel kanan jelas teraba parasternal kanan, dan thrill (25%) di sela iga II atau kiri, pada auskultasi didapatkan sistolis mur – mur II , pada defect besar didapatkan.

-          Efection sistolik mur – mur
-          Flow mur – mur
-          Mur – mur pernsistolic di apex bila terdapat mitral defectelert.
-          Wide fixed split bunyi jantung.
Pada foto thorax pembesaran jantung, atrium kanan, atrium kiri dan arteri menonjol.
2.      Diagnosa keperawatan
            Ganguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan sesak.
            Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
            Resiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa O2 (kehilangan darah)
Dx I
Tujuan :  klien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
Kriteria hasil : mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelemahan selama aktivitas
Intervensi
1)      Pantau tanda vital selama, sebelum dan setelah aktivitas
R/       Deteksi dini terjadinya komplikasi
2)      Catat respon kardiopulmunal terhadap aktivitas, catat takikardia, disritmia, dispsnea, kekeringan, pucat.
R/  Penurunan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan O2 juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.


3)      Kaji penyebab kelemahan
R/  Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (B Bloker, traquilizer dan sedatif) nyeri dan program penusstres juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
4)      Evaluasi peningkatan Intoleran Aktivitas
R/  Dapat menunjukkan peningkatan gugal jantung dari pada kelebihan aktivitas
5)      Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan dini sesuai indikasi, selidiki periode aktivitas dan istirahat.
R/  Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien tanpa mempengaruhi stress miokrad/kebutuhan O2 berlebih
6)      Anjurkan untuk meningkatkan mobilitas secara bertahap
R/  Peningkatan terhadap aktivitas menghindari kerja jantung / konsumsi O2 berlebih
Dx II
Tujuan :  mempertahankan pola nafas normal / ekfetif bebas sianosis dan tanda / gejala lain dari hipoksia dengan bunyi nafas bilateral, area paru bersih.
Kriteria : -     tidak ada tanda sianosis / tanda-tanda hipoksia
Intervensi
1)      Evaluasi Frekuensi pernafasan dan kedalaman
R/  Kecepatan dan upaya mungkin karena nyeri, akumulasi sekret, hipoksia atau deteksi gaster, penurunan pernafasan dapat terjadi karena penggunaan analgesik berlebih.
2)      Auskultasi bunyi nafas
R/  Bunyi nafas sering menurun pada dasar para selama periode waktu setelah pembedahan dengan terjadinya atelektasis. Kehilangan bunyi nafas aktif pada area ventilasi sebelumnya dapat menunjukkan kolaps segmen paru.
3)      Observasi karakter batuk dan produksi sputum
R/  Batuk dapat menunjukkan kongesti baru, sputup purulen menunjukkan infeksi paru
4)      Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi / semi flower
R/  Merangsang fungsi pernafasan / ekspansi paru.
Dx. III
Tujuan : Klien dapat mempertahankan berat badannya.
Kriteria hasil :
-          BB meningkat
-          Diet dengan masukan kalori yang adekuat.
Intervensi :
1)      Jelaskan pentingnya nutrisi
R/     Penjelasan yang dekuat meningkatkan kesadaran akan pentingnya nutrisi baagi tubuh.
2)      Berikan kesenangaan, suasna makan yang rileks
R/     Meningkatkan nafsu makan.
3)      Ajarkan atau bantu individu untuk istirahat sebelum makan
R/     Kelelahan fisik saat makan mengurangi nafsu makan.
4)      Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
R/     Makanan porsi kecil dapaat mengurangi kerja lambung secara maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Arif Manjoer (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Media Aesculapius, Jakarta.
Doengoes (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC., Jakarta.
Linda Jual Carpenito(2000),Diagnosa Keperawatan, Edisi 8 EGC,Jakarta.
Purnawan Junadi (1982), Kapita Selekta, Edisi ke-2 , Media Aesculapius, Jakarta.
Syaifullah Noer, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.


0 komentar:

Posting Komentar