MAKALAH ASUHAN
KEPERAWATAN
PRA dan POST OPERASI BEDAH JANTUNG
Dalam Memenuhi Tugas Sistem KardiovaskulerII
Dosen Pembimbing
: Sri Hananto Ponco S.Kep,Ns
Disusun Oleh : Kelompok IX
Nama Anggota Kelompok :
Khoirul Anam
Ika Suci Rahayu
Iwan Budi Efendi
PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Jl.
Raya Plalangan Plosowahyu KM 3Lamongan
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin
Alhamdulillahirobbil’alamin
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah
memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa hambatan
sesuatu apapun.
Sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada
junjungan kita Nabi besar, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-Nya yang telah membimbing
kita dari jaman jahiliyah menuju jaman Islamiyah.
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memetik manfaat dan dapat mengembangkan
potensi dirinya. Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem KardiovaskulerII. Makalah ini tidak akan tersusun tanpa adanya pihak-pihak yang mendukung proses pelaksanaan ini.
Kami ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang mendukung penyusunan makalah ini,
diantaranya :
1.
Drs.H Budi
Utomo,Amd kep. M.Kes selaku ketua STIKES Muhammadiyah Lamongan
2.
Arifal Aris
S.Kep Ns, M.Kes selaku ketua prodi S-1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah
lamongan
3.
Sri Hananto Ponco S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing
Dan beberapa pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu
per satu, yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
mengharap saran dan kritik yang membangun agar lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kami khususnya dan pembaca
umumnya. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ......
DAFTAR ISI ................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................................. ......
B.
Rumusan Masalah ............................................................................
C.
Tujuan .............................................................................................. ......
BAB II PEMBAHASAN
A.
Definisi.............................................................................................
B.
Klasifikasi........................................................................................
C.
Tujuan Operasi Bedah Jantung........................................................
D.
Toleransi dan Perkiraan Resiko
Operasi...........................................
E.
Diagnosis Penderita Penyakit
Jantung.............................................
F.
Perawatan Perioperatif Dikamar
Operasi.........................................
G. Perawatan Pasca Bedah...................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.........................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan.....................................................................
C.
Intervensi..........................................................................................
D.
Implementasi.....................................................................................
E.
Evaluasi.............................................................................................
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan.......................................................................................
B. Saran.................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Bedah jantung dilakukan
untuk menangani berbagai masalah jantung.Prosedur yang sering mencakup angioplasti
koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan perbaikan penggantian
katup jantung yang rusak.
Di masa kini, pasien
dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dapat dibantu untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun
silam.Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan diagnostik
dimulai lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat dilakukan
jauh sebelum terjadi kelemahan yang berarti.Penanganan dengan teknologi dan
farmakoterapi yang baru terus dikembangkan dengan cepat dan dengan keamanan
yang semakin meningkat.Mungkin tak ada intervensi terapi yang begitu berarti
seperti pembedahan jantung yang dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dengan
penyakit jantung.
Pembedahan jantung
pertama yang berhasil, penutupan luka tusuk ventrikel kanan, telah dilakukan di
tahun 1895 oleh ahli bedah halls de Vechi.Di Amerika Serikat pembedahan serupa
yang sukses, juga penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902. Diikuti oleh
pembedahan katup di tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di tahun 1937
dan 1938, dan reseksi koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur pintasan
arteri koroner bermula di tahun 1954.
Perkembangan yang paling
revolusioner dalam perkembangan pembedahan jantung adalah teknik pintasan
jantung-paru.Pertama kali digunakan dengan berhasil pada manusia di tahun
1951.Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan
pintasan jantung paru.Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika
Utara. Kebanyakan prosedur adalah graft pintasan arteri koroner (CABG =
coronary artery bypass graft) dan perbaikan atau penggantian katup.
Kemajuan dalam
diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan pintasan
jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis serta
program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan
penanganan yang aman untuk pasien dengan penyakit jantung.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa Definisi Bedah Jantung ?
2.
Apa saja Klasifikasi Bedah Jantung ?
3.
Apa Tujuan Operasi Bedah Jantung ?
4.
Apa saja Toleransi dan
Perkiraan Resiko Operasi ?
5.
Apa saja Diagnosis Penderita Penyakit Jantung ?
6.
Bagaimana Perawatan
Perioperative Dikamar Operasi ?
7.
Bagaimana Perawatan Pasca Bedah?
1.3Tujuan
Tujuan Instuksional Umum
Tujuan Instuksional Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan pada pasien intra bedah jantung.
Tujuan Instuksional Khusus
1) Mengetahui pengertian dari bedah
jantung
2) Mengetahui klasifikasi bedah jantung
3) Mengetahui Tujuan operasi bedah jantung
4) Mengetahui toleransi dan perkiraan
resiko operasi
5) Mengetahui diagnose penderita
penyakit jantung
6) Mengetahui perawatan perioperative
dikamar operasi
7) Mengetahui perawatan pasca bedah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Bedah jantung adalahUsaha atau operasi yang
dikerjakan untuk melakukan koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung.
2.2 Klasifikasi
- Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal).
- Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.
2.3Tujuan
Operasi Bedah Jantung
Operasi jantung
dikerjakan dengan tujuan bermacam-macam antara lain :
- Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD, Pateh VSD, Koreksi Tetralogi Fallot.
- Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini dikerjakan terutama pada anak-anak (pediatrik) yang mempunyai kelainan bawaan.
- Operasi paliatif, yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan mempersiapkan operasi yang definitive atau total koreksi karena operasi total belum dapat dikerjakan saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF, Pulmonal atresia.
- Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami insufisiensi.
- Replacement katup yaitu operasi penggantian katup yang mengalami kerusakan.
- Bypass koroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi stenosis/sumbatan arteri koroner.
- Pemasangan inplant seperti kawat ‘pace maker’ permanen pada anak-anak dengan blok total atrioventrikel.
- Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak mungkin diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita yang meninggal karena sebab lain.
2.4 Toleransi dan Perkiraan Resiko Operasi
Toleransi terhadap
operasi diperkirakan berdasarkan keadaan umum
penderita yang biasanya ditentukan dengan klasifikasi fungsional
dari New York Heart Association.
Klas I
: Keluhan dirasakan bila bekerja sangat berat misalnya berlari
Klas II :
Keluhan dirasakan bila aktifitas cukup berat misalnya berjalan cepat.
Klas III : Keluhan
dirasakan bila aktifitas lebih berat dari pekerjaan sehari-hari.
Klas IV : Keluhan
sudah dirasakan pada aktifitas primer seperti untuk makan dan lain-lain
sehingga penderita harus tetap berbaring ditempat tidur.
Waktu terbaik (Timing)
untuk melakukan operasi hal ini ditentukan berdasarkan resiko yang paling
kecil.Misalnya umur yang tepat untuk melakukan total koreksi Tetralogi Fallot
adalah pada umur 3 – 4 tahun.
Hal ini yaitu
berdasarkan klasifikasi fungsional di mana operasi katub aorta karena suatu
insufisiensi pada klas IV adalah lebih tinggi dibandingkan pada klas III.Hal
ini adalah saat operasi dilakukan.Operasi pintas koroner misalnya bila
dilakukan secara darurat resikonya 2x lebih tinggi bila dilakukan elektif.
2.5Diagnosis Penderita Penyakit Jantung
Untuk menetapkan suatu
penyakit jantung sampai kepada suatu diagnosis maka diperlukan tindakan
investigasi yang cukup. Mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik/jasmani,
laboratorium, maka untuk jantung diperlukan pemeriksaan tambahan sebagai
berikut :
- Elektrokardiografi (EKG) yaitu penyadapan hantaran listrik dari jantung memakai alat elektrokardiografi.
- Foto polos thorak PA dan kadang-kadang perlu foto oesophagogram untuk melihat pembesaran atrium kiri (foto lateral).
- Fonokardiografi
- Ekhocardiografi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai gelombang pendek dan pantulan dari bermacam-macam lapisan di tangkap kembali. Sehingga terlihat gambaran rongga jantung dan pergerakan katup jantung. Selain itu sekarang ada lagi Dopler Echocardiografi dengan warna, dimana dari gambaran warna yang terlihat bisa dilihat shunt, kebocoran katup atau kolateral.
- Nuklir kardiologi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai isotop intra vena kemudian dengan “scanner” ditangkap pengumpulan isotop pada jantung.
- Kateterisasi jantung yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai kateter yang dimasukan ke pembuluh darah dan didorong ke rongga jantung. Kateterisasi jantung kanan melalui vena femoralis, kateterisasi jantung kiri melalui arteri femoralis.
Pemeriksaan
kateterisasi bertujuan :
·
Pemeriksaan tekanan dan saturasi oksigen rongga jantung, sehingga
diketahui adanya peningkatan saturasi pada rongga jantung kanan akibat suatu
shunt dan adanya hypoxamia pada jantung bagian kiri.
·
Angiografi untuk melihat rongga jantung atau pembuluh darah tertentu
misalnya LV grafi, aortografi, angiografi koroner dll.
·
Pemeriksaan curah jantung pada keadaan tertentu.
·
Pemeriksaan enzym khusus, yaitu pemeriksaan enzym creati kinase dan fraksi
CKMB untuk penentuan adanya infark pada
keadaan “ unstable angin pectoris”.
2.6Perawatan
Perioperatif Dikamar Operasi
Setelah pesien
diputuskan operasi, maka persiapan harus dilakukan, yaitu persiapan fisik
maupun persiapan mental.
Untuk persiapan fisik,
hal-hal yang harus diperhatikan ialah
persiapan kulit,gastrointestinal,persiapan untuk anastesi, kenyamanan dan istirahat pasien, serta obat-obatan yang digunakan. Sedangkan persiapan
mental,sangat tergantung pada dukungan
dari keluarga. Tugas perawat bedah disini adalah dapat memberikan informasi
yang jelas pada pasien.Meliputi anatomi dasar dan kondisi penyakit pasien. Prosedur
operasi sebatas kopetensi yang diberikan, pemeriksaan diagnostic penunjang,
peraturan-peraturan dari tim bedah, keadaan di ruang operasi, jenis syarat
operasi dan ruang tunggu bagi keluarga pasien. Hal ini dilakukan pada
saat perawat bedah melakukan kunjungan
sebelum pasien dioperasi.
Ø PengkajianPasien Pada Saat Di Kamar
Operasi
- Observasi tingkat kesadaran pasien
- Observasi emosi pasien
- Observasi aktivitas
- Cek obat yang digunakan
- Observasi pernafasan pasien
- Riwayat penyakit, keluarga, kebiasaan hidup
- Cek obat yang digunakan
- Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
- Observasi kulit: warna, turgor, suhu, keutuhan
Ø Pemeriksaan Diagnose
·
EKG: untuk mengetahui disaritmia
·
Chest x-ray
·
Hasil laboratarium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, urium, kreatinin,
BUN, Hb.
·
Kateterisasi
·
Ekhocardiografi
Ø Tindakan Perawatan Saat Menerima
Pasien di Ruang Persiapan
- Melakukan serah terima dengan perawat ruangan
- Memperkenalkan diri dan anggota tim kepada pasien
- Mengecek identitas pasien dengan memanggil namanya
- Memberikan surport kepada pasien
- Informasikan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seperti ganti baju, pemasangan infuse, kanulasi arteri dan pemasangan lead EKG
- Mendampingi pasien saat memberikan premedikasi
- Menciptakan situasi yang tenang
- Yakinkan pasien tidak menggunakan gigi palsu, perhiasan, kontak lensa dan alat bantu dengar
- Membawa pasien keruang operasi
Ø Perawatan Intra Operasi
1. Airway (jalan nafas) Persiapkan alat
untuk mempertahankan Airway antara lain: guedel, laringoskop, ETT berbagai
ukuran, system hisab lendir
2. Breathing (pernafasan) persiapan
alat untuk terapi O2 antara lain: kanula, sungkup, bagging dan ventilator
3. Circulation (sirkulasi):
a. Pemasangan EKG, sering digunakan
lead II untuk memantau dinding miokard
bagian inferior dan V5 untuk antero lateral
b. Kanulasi arteri dipasang untuk
memantau tekanan arteri dan analisa gas
darah
c. Pemasangan CVP untuk pemberian
darah autologus dan infuse kontinu serta
obat-obatan yang perlu diberikan
d. Temperature: sering digunakan
nasofaringeal atau rektal untuk mengevaluasi status pasien dari cooling dan
rewarning, tingkat proteksi miokard, adekuatnya perfusi perifer dan hipertermi
maligna
e. Pada beberapa sentra sering dipasang
elektro encephalogram untuk memantau kejadian akut seperti iskemia atau injuri
otak
f. Pemberian obat-obatan: untuk anastesi
dengan tujuan tidak sadar, amnesia,
analgesia, relaksasi otak dan menurunkan
respons stress, sedang obat lain seperti inotropik, kronotropik, antiaritmia,
diuretic, anti hipertensi, anti kuagulan
dan kuagulan juga perlu
- Defibrillator : Alat ini disiapkan untuk mengantisipasi aritmia yang mengancam jiwa
- Deathermi : Melakukan pemasangan ground pad harus disesuaikan dengan ukuran untuk mencegah panas yang terlalu tinggi pada tempat pemasangan
- Posisi pasien dimeja operasi
Mengatur pasien tergantung
dari prosedur operasi yang akan dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan: posisi
harus fisiologis, system muskuloskeletal harus terlindung, lokasi operasi mudah
terjangkau, mudah dikaji oleh anastesi,beri perlindungan pada bagian yang
tertekan (kepala, sacrum, scapula, siku, dan tumit)
- Menjaga tindakan asepsis
Kondisi asepsis dicapai
dengan: cuci tangan, melakukan proparasi kulit dan drapping. Menggunakan gaun
dan sarung tangan yang steril.
2.7Perawatan
Pasca-bedah
Perawatan pasca bedah
dimulai sejak penderita masuk ke ICU.Untuk mengetahui problem pasca bedah
dianjurkan untuk mengetahui problem penderita pra bedah sehingga dapat
diantisipasi dengan baik.Misalnya problem pernapasan, diabetes dan lain-lain.
v
Perawatan Pasca Bedah Dibagi Atas
1. Perawatan di ICU.
a. Monitoring Hemodinamik.
Setelah penderita pindah
di ICU maka serah terima antara perawat yang mengantar ke ICU dan
petugas/perawat ICU yang bertanggung jawab terhadap penderita tersebut :
Dianjurkan setiap penderita satu perawat yang bertanggung jawab menanganinya
selama 24 jam.
Pemantauan yang
dikerjakan harus secara sistematis dan mudah :
·
CVP, RAP, LAP.
·
Denyut jantung.
·
Wedge presure dan PAP.
·
Tekanan darah.
·
Curah jantung.
·
Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya,
rutenya dan lain-lain.
·
Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pacuh jantung dll.
b. EKG
Pemantauan EKG setiap
saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan adanya kelainan irama
jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel dll. Rekording/pencatatan
EKG lengkap minimal 1 kali dalam sehari dan tergantung dari problem yang
dihadapi terutama bila ada perubahan
irama dasar jantung yang membahayakan.
c. Sistem pernapasan
Biasanya penderita dari
kamar operasi masih belum sadar dan bahkan diberikan sedasi sebelum ditransfer
ke ICU. Sampai di ICU segera respirator dipasang dan dilihat :
·
Tube dan ukuran yang diapakai, melalui mulut / hidung.
·
Tidalvolume dan minut volume, RR, FiO2, PEEP.
·
Dilihat aspirat yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal,
kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru ; bila perlu
dibuat kultur.
d. Sistem neurologis
Kesadaran dilihat
dari/waktu penderita mulai bangun atau masih diberikan obat-obatan sedatif
pelumpuh otot. Bila penderita mulai bangun maka disuruh menggerakkan ke 4
ektremitasnya.
e. Fungsi ginjal
Dilihat produksi urine
tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat hemolisis dan lain-lain.
Pemerikasaan ureum / kreatinin bila fasilitas memungkinkan harus dikerjakan.
f. Gula darah
Bila penderita adalah diabet
maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan bila tinggi mungkin
memerlukan infus insulin.
g.
Laboratorium
Setelah sampai di ICU perlu
diperiksa :
·
HB,HT,trombosit.
·
ACT.
·
Analisa gas darah.
·
LFT / Albumin.
·
Ureum, kreatinin, gula darah.
·
Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner.
h. Drain
Drain yang dipasang
harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa diketahui. Jumlah
drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka
observasi di kerjakan tiap ½ jam. Atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi
lebih dari 200 cc untuk penderita dewasa tiap jam dianggap sebagai
perdarahan pasca bedah dan mungkin
memerlukan retorakotomi untuk menghentikan perdarahan.
i.
Foto thoraks
Pemerikasaan foto
thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke CVP, Kateter Swan
Ganz.Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan problem yang
dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai.Umumnya bila fungsi jantung normal,
penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga ekstratubasi
beberapa jam setelah pasca bedah.
j.
Fisioterapi.
Fisioterapi harus segera
mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator.Bila sudah ekstubasi
fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi,
postural drinase).
- Perawatan setelah di ICU / di Ruangan.
Setelah klien keluar
dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua organ terus dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU
adalah pada hari ke dua pasca bedah.Umumnya pemeriksaan hematologi rutin dan
thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT, Enzim CK dan CKMB.
Hari ke 3 lihat keadaan
dan diperiksa antara lain :
·
Elektrolit thrombosis.
·
Ureum
·
Gula darah.
·
Thoraks foto
·
EKG 12 lead.
Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas
indikasi.
Hari
ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan
bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak.
Hari
ke 6 - 10 : pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.
Obat – obatan
ini biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan
mengganggu pernapasan klien. Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti
diabet, dan vitamin harus sudah dimulai, expectoransia, bronchodilator, juga
diperlukan untuk mengeluarkan sputum yang banyak sampai hari ke 7 atau sampai
klien pulang.
Perawatan luka, dapat tertutup atau terbuka. Bila ada tanda-tanda infeksi seperti
kemerahan dan bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis,
maka luka harus dibuka jahitannya sehingga nanah yang ada bisa bebas keluar.
Kadang-kadang perlu di kompres dengan antiseptik supaya nanah cepat kering.
Bila luka sembuh dengan baik jahitan sudah dapat di buka pada hari ke delapan
atau sembilan pasca bedah. Untuk klien yang gemuk, diabet kadang-kadang jahitan
dipertahankan lebih lama untuk mencegah luka terbuka.
Fisioterapi,
setelah klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk mencegah
retensi sputum yang akan menyebabkan problem pernapasan. Mobilisasi di ruangan
mulai dengan duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berjalan disekitar
tempat tidur, berjalan ke kamar mandi, dan keluar dari ruangan dengan dibimbing
oleh fisioterapis atau oleh perawat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
3.1.1
Identitas
·
Nama : tidak berpengaruh
·
Umur : kebanyakan
disemua umur (pada anak-anak juga bisa seperti pada kelainan jantung bawaan) (pada orang
dewasa juga bisa dilakukan dengan indikasi gagal jantung) tapi lebih sering
pada anak-anak
·
Jenis kelamin : kebanyakan terjadi pada laki-laki tapi tidak menutup
kemungkinan terjadi juga pada perempuan
3.1.2
Riwayat Kesehatan
·
Keluhan Utama
Biasanya
pasien-pasien yang akan dilaksanakan operasi bedah jantung kebanyakan datang
dengan keluhannya sesak nafas, nyeri dada, syanosis, kelemahan, palpitasi dan
nafas cepat
·
Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak
nafas, nyeri dada, syanosis, kelemahan, nafas cepat, palpitasi
·
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah merasa
sesak dan nyeri pada dada tapi hilang dengan obat warung
·
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kelainan
jantung
3.1.3Pemeriksaan
Fisik
·
Kesadaran : Composmentis
·
Keadaan umun: biasanya dalam
keadaan lemas
·
TTV
-
Nadi :
90-110 x/menit
-
TD :
110/70-140/90 mmHg
-
RR :
24-27 x/menit
-
Suhu :
37,5-38.5 ̊ C
·
Kepala dan Leher
Rambut : Keriting, ada lesi,
distribusi merata.
Wajah : Normal, konjungtiva pucat
Hidung : Pernapasan cuping
hidung,Tidak ada polip
Mulut : Bersih
Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
·
Thorax
·
Jantung
Inspeksi : tampak ictus cordis
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas jantung melebar
Auskultasi : BJ 1 dan 2 melemah, BJ S3 dan S4, disritmia, gallop
·
Paru
Inspeksi : pengembangan paru
kanan-kiri simetris
Palpasi : ada otot bantu pernafasan
Perkusi : sonor
Auskultasi : weezing
·
Abdomen
Inspeksi : Bulat datar
Palpasi : tidak ada
nyeri tekan
Perkusi : -
Auskultasi : Bising usus (+)
·
Ekstremitas
Eks. Atas : Ada clubbing fingers, terdapat oedema
Eks. Bawah :Ada clubbing fingers, terdapat oedema
·
Sistem Integumen : kulit kering
dan turgor kulit juga jelek
·
Genetalia : bersih, normal, tidak ada penyakit
kelamin, tidak ada hemoroid
3.1.4
Pengkajian Fungsional Gordon
1.
Persepsi dan pemeliharaan
kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang
penting, jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan
kesehatan terdekat.
2.
Pola nutrisi dan metabolik
Makan : Tidak nafsu makan disebabkan dipsnea
Minum : minum air
putih tidak banyak sekitar 400-500cc
3.
Pola eliminasi
BAK : adanya retensi
urin / inkonteninsia urine
BAB : adanya
konstipasi
4.
Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak bisa
melakukan aktivitas seperti biasanya karena
adanya sesak dan nafas pendek.
5.
Pola istirahat tidur
Pasien tidak bisa
istirahat total seperti biasanya karena ada nyeri di dada
6.
Pola persepsi sensori dan
kognitif
Pasien sudah
mengerti tentang keadaanya dan merasa harus segera berobat
7.
Pola hubungan dengan orang lain
Pasien dapat berhubungan
dengan orang lain secara baik tetapi akibat kondisinya pasien malas untuk
keluar dan memilih untuk istirahat.
8.
Pola reproduksi / seksual
Pasien berjenis
kelamin laki –laki dan akibat penyakitnya pasien tidak bisa berhubungan seksual
.
9.
Pola persepsi diri dan konsep
diri
Pasien ingin cepat
sembuh dan tidak ingin mengalami
penyakit seperti ini lagi
10.
Pola mekanisme koping
Pasien apabila
merasakan tidak nyaman sekali dan memegangi dadanya.
11.
Pola nilai kepercayaan /
keyakinan
Pasien beragama
islam dan yakin akan cepat sembuh menganggap ini merupakan cobaan dari Allah
SWT.
3.1.5 Contoh Analisa Data
no
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
Ds : pasien
mengatakan cepat lelah saat beraktifitas dan nyeri pada dadanya.
Do :
-
TTV (TD : 120/80-140/90 mmHg, N : takikardi (lebih
dari 100x/menit), RR : takipnea (24-28x/menit), S : 37,50-38,50
C )
-
Bunyi Jantung S3 dan S4
|
Penurunan kontraktilitas miokard
|
Penurunan cardiac output
|
2
|
Ds: Pasien
mengatakan dapat beraktivitas seperti biasa dan tidak mudah lelah.
Do:
-
TTV (TD : 120/80-140/90 mmHg, N : takikardi
(lebih dari 100x/menit), RR : takipnea (24-28x/menit), S : 37,50-38,50
C )
|
ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
|
Gangguan intoleransi aktivitas
|
3
|
Ds: pasien
mengatakan air kencingnya sedikit
Do:
- TTV (TD : 120/80-140/90 mmHg, N : takikardi (lebih dari
100x/menit), RR : takipnea (24-28x/menit), S : 37,50-38,50
C )
- Oedema pada kaki
|
menurunnya filtrasi glomelurus
|
Kelebihan volume cairan
|
3.1.6 Diagnosa Keperawatan
- Penurunan cardiac output b.d penurunan kontraktilitas miokard.
- Gangguan intoleransi aktifitas b.d adanya ketidakseimbangan antara suplay oksigen
- Kelebihan volume cairan b.d menurunnya filtrasi glomelurus
3.1.7 Proses Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Penurunan cardiac output berhubungan
dengan penurunan kontraktilitas miokard.
|
Setelah dilakukan
proses keperawatan selama 1x24 jam diharapkan keseimbangan heart rate dan frekuensi jantung dapat terjaga dengan
KH :
K : pasien dan
keluarga pasien mengetahui apa yang menyebabkan dari menurunnya cardiac
output.
A : pasien dan
keluarga pasien bisa menunjukan bagaimana cara untuk menjaga cardiac output
tetap stabil.
P : pasien dan keluarga
pasien bisa mempertahankan cardiac output tetap stabil
P
: - TTV normal : (TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
-
Tidak ada bunyi jantung tambahan S3 (gallop) dan S4 (murmur)
-
keluaran urin adekuat
-
tidak ada edema
- Peralatan pemantau
hemodinamik memperlihatkan hasil normal ( tekanan vena central (CVP) normal
antara 2-8 mmHg atau 3-11 cm air, curah jantung normal antara 3-5L/menit,
tekanan kapiler pulmonal (PCWP) normal yaitu 6-12 mmHg, indeks jantung normal
2,5-3,5 L/mnt/mm2, tekanan vaskuler sistemik normal antara
600-1400 dynes/sec, rerata tekanan arteri normal 70-100mmHg)
|
1.
Observasi TTV
2.
Auskultasi bunyi jantung,
catat frekuensi, irama. Catat adaya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
3.
Observasi status mental,
catat perkembangan kekacauan, disorientasi.
4.
Catat warna kulit, adanya
kuwalitas pulse .
5.
Pantau status kardivaskuler
setiap jam sampai stabil melalui parameter hemodinamik
6.
Kolaborasi obat anti aritmia
|
1.
Mengetahui keadaan umum
pasien
2.
disritmia khusus lebih jelas
terdeteksi dengan pendengaran dari pada dengan palpasi. Pendenganaran
terhadap bunyi jantung ekstra atau penurunan nadi membantu mengidentifikasi
disritmia pada pasien tak terpantau
3.
Menurunnya perfusi otak dapat mengakibatkan perubahan observasi/
pengenalan dalam sensori.
4.
Sirkulasi periferal turun ketika Cardiac Output menurun,
membuat/menjadikan warna pucat/abu-abu bagi kulit (tergantung dari derajat
hipoksia) dan penurunan kekuatan dari denyut periferal.
5.
untuk mengevaluasi
efektifitas pengobatan, banyak parameter digunakan untuk mengevaluasi fungsi
kardiovaskuler
6.
Meringankan beban jantung
|
2
|
Gangguan intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya ketidakseimbangan antara suplay oksigen
|
Setelah dilakukan
proses keperawatan selama 1x24 jam pasien dapat melakukan aktivitas seperti
biasa dan tidak mudah lelah
dengan KH :
K : pasien dan
keluarga pasien mengetahui penyebab dari gangguan intoleransi aktivitas
A : pasien dan
keluarga pasien mampu menunjukan bagaimana cara mengatasi gangguan
intoleransi aktivitas
P : pasien dan keluarga
pasien mampu mengatasi gangguan intoleransi aktivitas
P
: - TTV normal : (TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
-
suara nafas vesikuler
-
mukosa dan dasar kuku berwarna merah muda
|
1.
Observasi TTV
2.
Catat respon kardiopulmonal
terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
3.
Observasi warna kulit,
membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis
sentral.
4.
Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
5.
Anjurkan untuk menarik nafas
dalam, batuk efektif, berpindah posisi, memakai spirometer dan mematuhi
terapi nafas.
|
1.
Mengetahui keadaan umum
pasien
2.
Penurunan/ketidakmampuan
miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dengan
menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen,
juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3.
Sianosis kuku menunjukkan
vasokontriksi respon tubuh terhadap demam/menggigil namun sianosis pada daun
telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia
sistemik.
4.
Dapat menunjukkan
peningkatkan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
5.
Membantu menjaga jalan nafas
tetap paten, mencegah atelectasis dan memungkinkan pengembangan paru.
|
3
|
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya filtrasi glomelurus.
|
Setelah dilakukan
proses keperawatan selama 1x24 jam diharapkan keseimbangan cairan dalam tubuh
dapat tercapaidengan KH:
K : pasien dan
keluraga pasien mengetahui penyebab dari kelebihan volume cairan
A : pasien dan
keluarga pasien mampu menunjukan bagaimana cara menangani kelebihan volume
cairan
P : pasien dan keluarga pasien
mampu mengatasi kelebihan volume cairan
P
: - TTV normal : (TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
-
Gambaran adanya kestabilan volume
cairan dengan seimbangnya intake output.
- tidak ada edema.
|
1.
Observasi TTV.
2.
Observasi output urine, catat
jumlah dan warnanya
3.
Atur posisi semi fowler selama fase akut
4.
Periksa tubuh dari edema
dengan/tanpa pitting, catat adanya edema seluruh tubuh (anasarka)
5.
Palpasi adanya hepatomegali.
Catat keluhan nyeri pada kwadran atas bagian kanan
6.
Kolaborasi dengan tim
kesehatan dengan pemberian diuretic, thiazide dan pengganti potasium.
|
1.
Untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
2.
Output urine mungkin sangat sedikit dan pekat, karena menurunnya
perfusi jaringan
3.
Dengan posisi berbaring semi fowler meningkatkan filtrasi glomerulus
dan mengurangi produksi ADH sehingga menambah diuresis.
4.
Retensi cairan yang berlebihan dimanifestasikan dengan adanya edema.
Meningkatnya kongesti vaskuler yang akhirnya mengakibatkan edema jaringan
sistemik.
5.
Bertambah beratnya gagal jantung menambah kongesti vena ,
mengakibatkan distensi perut dan nyeri. Ini dapai merubah fungsi hati dan
merugikan metabolisme obat.
6.
Diuretic (Furosemic), Meningkatkan aliran urine dan menghalangi
reabsorsi dari sodium/klorida didalam tubulus ginjal. Thiazide
(Spironolactone), Meningkatnya diuresis tanpa kehilangan potassium yang
berlebihan.
|
3.2 Pengkajian Pasien yang telah
menjalani Operasi Jantung
3.2.1 Riwayat
Kesehatan
·
Keluhan Utama
Biasanya
pasien-pasien yang telah dilaksanakan operasi bedah jantung kebanyakan
keluhannya sesak nafas, nyeri dada, kelemahan, palpitasi dan nafas cepat
·
Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak
nafas, nyeri dada, kelemahan, nafas cepat, palpitasi
·
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya belum pernah
menjalani bedah jantung
·
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kelainan
jantung hingga dilakukan pembedahan
3.2.2Pemeriksaan
Fisik
·
Kesadaran : Apatis
·
Keadaan umun: biasanya dalam
keadaan lemas
·
TTV
-
Nadi : 55-80 x/menit
-
TD : 90/65-120/85 mmHg
-
RR : 22-27 x/menit
-
Suhu : 37,5-38.5 ̊ C
·
Kepala dan Leher
Rambut : Keriting, ada lesi,
distribusi merata.
Wajah : Normal,
konjungtiva agak merah muda
Hidung : Tidak ada
polip
Mulut : Bersih
Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
·
Thorax
·
Jantung
Inspeksi : terdapat bekas jahitan luka operasi
Palpasi : adanya nyeri tekan
Perkusi : -
Auskultasi : terdengar BJ 1 dan 2
·
Paru
Inspeksi : pengembangan paru
kanan-kiri simetris
Palpasi : tidak ada otot bantu pernafasan
Perkusi : -
Auskultasi : weezing
·
Abdomen
Inspeksi : Bulat datar
Palpasi : tidak ada
nyeri tekan
Perkusi : -
Auskultasi : Bising usus (+)
·
Ekstremitas
Eks. Atas : Ada clubbing fingers, terdapat oedema
Eks. Bawah :Ada clubbing fingers, terdapat oedema
·
Sistem Integumen : turgor kulit kembali
> 1 detik
·
Genetalia : bersih, normal, tidak ada penyakit
kelamin, tidak ada hemoroid, dan terpasang kateter
Ø Bila pasien telah dipindahkan ke unit perawatan kritis, 4-12 jam
sesudahnya, harus dilakukan pengkajian yang lengkap mengenai semua system untuk
menetukan status pascaoperasi pasien dibandingkan dengan garis dasar
perioperative dan mengetahui perubahan yang mungkin terjadi selama pembedahan.
Parameter yang dikaji adalah sebagai berikut :
1. Status neurologis :tingkat
responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, refleks, gerakan
ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
2. Status Jantung :frekuensi dan irama
jantung, suara jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena sentral (CVP),
tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru (PAWP = pulmonary artery wedge
pressure). tekanan atrium kiri (LAP), bentuk gelombang dan pipa tekanan darah
invasif, curah jantung atau indeks. tahanan pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi
oksigen arteri paru bila ada, drainase rongga dada, dan status serta fungsi
pacemaker.
3. Status respirasi : gerakan dada,
suara napas, penentuan ventilator (frekuensi, volume tidal, konsentrasi
oksigen, mode [mis, SIMV], tekanan positif akhir ekspirasi [PEEP], kecepatan
napas, tekanan ventilator, saturasi oksigen anteri (SaO2), CO2 akhir
tidal, pipa drainase rongga dada, gas darah arteri.
4. Status pembuluh darah perifer :denyut
nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa, bibir dan cuping telinga, suhu
kulit, edema, kondisi balutan dan pipa invasif.
5. Fungsi ginjal :haluaran urin, berat
jenis urin, dan osmolaritas.
6. Status cairan dan elektrolit asupan
: haluaran dan semua pipa drainase. semua parameter curah jantung, dan indikasi
ketidakseimbangan elektrolit berikut:
a. Hipokalemia :
intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV blok, gelombang T yang datar
atau terbalik).
b. Hiperkalemia : konfusi
mental, tidak tenang, mual, kelemahan, parestesia eksremitas, disrirmia
(tinggi, gelombang T puncak, meningkatnya amplitudo, pelebaran kompleks QRS;
perpanjangan interval QT).
c. Hiponatremia : kelemahan,
kelelahan, kebingungan, kejang, koma.
d. Hipokalsemia parestesia, spasme
tangan dan kaki, kram otot, tetani.
e. Hiperkalsemia intoksikasi digitalis,
asistole.
7. Nyeri :sifat, jenis, lokasi, durasi,
(nyeri karena irisan harus dibedakan dengan nyeri angina), aprehensi, respons
terhadap analgetika.
Beberapa
pasien yang telah menjalani CABG dengan arteri mamaria interna akan mengalami
parestesis nervus ulnaris pada sisi yang sama dengan graft yang diambil.
Parestesia tersebut bisa sementara atau permanen. Pasien yang menjalani CABG
dengan arteri gastroepiploika juga akan mengalami ileus selama beberapa waktu
pascaoperatif dan akan mengalami nyeri abdomen pada tempat insisi selain nyeri
dada.
Pengkajian
juga mencakup observasi segala peralatan dan pipa untuk menentukan apakah
fungsinya baik: pipa endotrakheal, ventilator, monitor CO2 akhir
tidal, monitor SaO2, kateter arteri paru, monitor saturasi oksigen
arteri paru (SavO2), pipa arteri dan vena, alat infus intravena dan selang,
monitor jantung, pacemaker, pipa dada, dan sistem drainase urin.
3.2.3Contoh Analisa Data
No
|
Analisa data
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
Ds: keluarga klien
mengatakan bahwa pasien mengalami keletihan, berdebar-debar, nafas pendek,
bingung
Do:
-
TTV (TD : 120/80-140/90 mmHg, N : takikardi
(lebih dari 100x/menit), RR : takipnea (24-28x/menit), S : 37,50-38,50
C )
-
Bunyi Jantung S3 dan S4
-
Keluaran urin anadekuat
-
Peralatan pemantau hemodinamik memperlihatkan
hasil tidak normal
-
Terdapat edema
|
Kehilangan darah dan
gangguan miokardium
|
Penurunan curah jantung
|
2.
|
Ds: keluarga klien
mengatakan bahwa pasien sesak, nafas pendek,
Do:
- TTV (TD : 120/80-140/90 mmHg, N : takikardi (lebih dari
100x/menit), RR : takipnea (24-28x/menit), S : 37,50-38,50
C )
- AGD tidak normal (PO2 : dibawah 80 mmHg, PCO2
: diatas 45 mmHg, HCOO-3 : dibawah 21 mmHg, PH : dibawah 7,35, SO2 : dibawah 90 mmHg)
- Suara nafas krekel
- Jalan nafas terganggu
- Dasar kuku dan membrane mukosa pucat
|
Trauma pembedahan dada
ekstensif
|
Gangguan pertukaran gas
|
3
|
Ds: keluarga klien mengatakan
bahwa pasien merasakan nyeri pada daerah dada
Do:
- Dahi pasien mengkerut, merintih dan melindungi
tempat rasa nyeri
- skala nyeri 5
- pasien memegang dada bagian atas
- menggosok lengan kiri
- TTV : TD:
120/80-140/90 mmHg, Nadi: 100-110 x/menit, RR: 20-24x /menit, Suhu : 370C-380C
- P : nyeri bertambah jika
digunakan bergerak dan berkurang bila digunakan istirahat
- Q : seperti
tertusuk
- R : didaerah
dada,
- S : 5,
- T : waktu bergerak
|
Trauma operasi
|
Nyeri
|
4.
|
Ds: keluarga klien
mengatakan bahwa pasien demam
Do:
- Suhu : 38,50C – 390C
- Adanya kemerahan
-Adanya bengkak
-Peningkatan rasa nyeri
|
Infeksi atau sindroma
pasca perikardiotomo
|
Hipertermi
|
3.2.4
Diagnosa Keperawatan
1.
Menurunnya curah jantung
berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung yang terganggu.
2.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada ekstensi.
3.
Nyeri berhubungan dengan trauma
operasi.
4.
Terjadinya hipertermi
berhubungan dengan terjadinya infeksi atau sindrom pasca perikardiotomi.
3.2.5Proses
Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Menurunnya curah jantung berhubungan
dengan kehilangan darah dan fungsi jantung yang terganggu.
|
Setelah dilakukan
proses keperawatan selama 2x24 jam diharapkan curah jantung pasien normaluntuk
menjaga gaya hidup yang diinginkan dengan KH :
K : pasien dan
keluarga pasien mengetahui apa yang menyebabkan dari menurunnya curah
jantung.
A : pasien dan
keluarga pasien bisa menunjukan bagaimana cara untuk menjaga curah jantung
tetap stabil.
P : pasien dan keluarga
pasien bisa mempertahankan curah jantung tetap stabil
P
: - TTV normal : (TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
-
Tidak ada bunyi jantung tambahan S3 (gallop) dan S4 (murmur)
-
keluaran urin adekuat
-
tidak ada edema
- Peralatan pemantau
hemodinamik memperlihatkan hasil normal ( tekanan vena central (CVP) normal
antara 2-8 mmHg atau 3-11 cm air, curah jantung normal antara 3-5L/menit,
tekanan kapiler pulmonal (PCWP) normal yaitu 6-12 mmHg, indeks jantung normal
2,5-3,5 L/mnt/mm2, tekanan vaskuler sistemik normal antara
600-1400 dynes/sec, rerata tekanan arteri normal 70-100mmHg)
|
1. Observasi TTV
2. Raba nadi (radial,
carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitude
(penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal, atau
deficit nadi.
3. Auskultasi bunyi
jantung, catat frekuensi, irama. Catat adaya denyut jantung ekstra, penurunan
nadi.
4. Pantau keluaran urin
5. Pantau status
kardivaskuler setiap jam sampai stabil melalui parameter hemodinamik
6. Kolaborasi obat anti
aritmia
|
1. Mengetahui keadaan
umum pasien
2. perbedaan frekuensi,
kesamaan dan keteraturan nadi menunjukkan efek gangguan curah jantung pada
sirkulasi sistemik/perifer.
3. disritmia khusus
lebih jelas terdeteksi dengan pendengaran dari pada dengan palpasi. Pendenganaran
terhadap bunyi jantung ekstra atau penurunan nadi membantu mengidentifikasi
disritmia pada pasien tak terpantau
4. untuk mengetahui
fungsi ginjal
5. untuk mengevaluasi
efektifitas pengobatan, banyak parameter digunakan untuk mengevaluasi fungsi kardiovaskuler
6. Meringankan beban
jantung
|
2
|
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan trauma akibat pembedahan dada ekstensi.
|
Setelah dilakukan
proses keperawatan selama 1x24 jam pertukaran gas adekuat dengan KH :
K : pasien dan
keluarga pasien mengetahui penyebab dari gangguan pertukaran gas
A : pasien dan
keluarga pasien mampu menunjukan bagaimana cara mengatasi gangguan pertukaran
gas
P : pasien dan keluarga
pasien mampu mengatasi gangguan pertukaran gas
P
: - TTV normal : (TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
-AGD normal : (PO2 : 80-95 mmHg, PCO2 : 35-45 mmHg, HCOO-3
: 21-26 mmHg, PH : 7,35- 7,45, SO2 : 90-100 mmHg)
-
suara nafas vesikuler
-
jalan nafas tidak terganggu
-
mukosa dan dasar kuku berwarna merah muda
|
1. Observasi TTV
2. Pantau gas darah
volume tidal, tekanan inspirasi puncak, dan parameter ektubasi
3. Observasi warna
kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau
sianosis sentral.
4. Auskultasi dada
terhadap suara nafas
5. Berikan fisioterapi
dadasesuai resep
6. Anjurkan untuk
menarik nafas dalam, batuk efektif, berpindah posisi, memakai spirometer dan
mematuhi terapi nafas.
|
1. Mengetahui keadaan
umum pasien
2. AGD dan volume tidal
menunjukan efektifitas ventilator dan perubahan yang harus dilakukan untuk
memperbaiki pertukaran gas
3. Sianosis kuku
menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap demam/menggigil namun
sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan
hipoksemia sistemik.
4. Krekel menunjukan
kongesti paru, penurunan atau hilangnya suara nafas menunjukan pneumothoraks
5. Membantu mencegah
retensi sekresi dan athelektasis
6. Membantu menjaga
jalan nafas tetap paten, mencegah atelectasis dan memungkinkan pengembangan
paru.
|
3
|
Nyeri berhubungan dengan trauma
operasi.
|
Setelah dilakukan
proses keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang
dengan KH:
K : pasien dan
keluraga pasien mengetahui penyebab dari nyerinya
A : pasien dan
keluarga pasien mampu menunjukan bagaimana cara menangani nyerinya
P : pasien dan keluarga
pasien mampu mengatasi nyerinya
P
: - TTV normal : (TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
‐
Skala nyeri normal (1-3)
‐
Wajah tidak meringai
kesakitan
|
1. Observasi TTV.
2. Tentukan riwayat
nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
3. Berikan tindakan
kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan
4. penggunaan
ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan
imajinasi) musik, sentuhan terapeutik
5. kontrol Kolaborasi
: berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin metadon atau campuran
narkotik
|
1. Untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
2. Untuk mengetahui
skala nyeri.
3. Meringankan nyeri dan
memberikan rasa nyaman.
4. Memberikan rasa
nyaman pada saat nyeri.
5. Untuk mempercepat
hilangnya nyeri dan untuk penghilang rasa nyeri.
|
4
|
Terjadinya hipertermi berhubungan
dengan terjadinya infeksi atau sindrom pascaperikardiotomi.
|
Setelah dilakukan
proses keperawatan selama x24 jam pasien dapat melakukan aktifitas seperti
biasa dengan KH :
K : pasien dan
keluarga pasien mengetahui penyebab hipertermi atau demam
A : pasien dan
keluarga pasien mampu menunjukan cara mengurangi demam
P : pasien dan keluarga
pasien mampu melakukan pengurangan demam
P
: - TTV normal : (TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
-
tidak ada bengkak
-
tidak ada kemerahan
-
tidak ada rasa nyeri
|
1.
Observasi TTV khususnya suhu
2.
Gunakan teknik steril saat
mengganti balutan
3.
Observasi adanya gejala
sindrom pasca perikardiotomi : demam, malese, efusi pericardium, nyeri sendi
4.
Ajarkan teknik kompres air
hangat untuk mengurangi demam
5.
Kolaborasi pemberian antiradang
sesuai resep
|
1.
Untuk mengetahui keadaan umum
pasien
2.
Menurunkan kemungkinan
terjadinya infeksi
3.
Terjadi pada 10% sampai 40%
pasien setelah bedah jantung
4.
Untuk mengurangi demam
5.
Untuk menghilangkan gejala
peradangan (mis : demam, bengkak, rasa penuh, kaku atau gatal, dan kelelahan)
|
3.3Contoh Implementasi
NO. DX
|
TGL/JAM
|
IMPLEMENTASI
|
RESPON
|
TTD
|
1,2,3,4
1
1,2
1,3,4
1
2
4
2,3,4
|
25-11-2012 08.00
09.00 wib
10.00 wib
11.00 wib
12.00 wib
13.00 wib
|
1. Mengobservasi TTV
2.Meraba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat
frekuensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Mencatat adanya
pulsus alternan, nadi bigeminal, atau deficit nadi.
3.Mengauskultasi bunyi jantung, dan suara nafas
4.Kolaborasi : memberikan obat anti aritmia, anti radang dan
anlgesik.
5.memantau
status kardivaskuler melalui parameter hemodinamik
6. Memantau gas
darah, volume tidal, tekanan inspirasi puncak, dan parameter ektubasi
7. Mengganti
balutan dengan teknik steril
8. mengajarkan
teknik relaksasi, kompres air hangat dan fisioterapi dada
|
1. DS : keluarga pasien mengatakan pasien agak
mendingan
DO : TTV normal
: (TD : 110/70-120/80 mmHg, Suhu:
36,5-37,50 C, RR: 16-24
x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
2. DS : pasien
bisa diajak kerja sama
DO : frekuensi nadi seimbang, teratur, tidak ada defisit nadi
3. DS : pasien
bisa diajak kerja sama
DO : tidak ada bunyi jantung tambahan S3 (gallop) dan S4 (murmur)
- suara nafas vesikuler tidak ada krekel
4. DS : pasien mengatakan akan segera
minum obat
DO : pasien kooperatif
5. DS : pasien
sudah enakan
DO : Peralatan pemantau hemodinamik
memperlihatkan hasil normal ( tekanan vena central (CVP) normal antara 2-8
mmHg atau 3-11 cm air, curah jantung normal antara 3-5L/menit, tekanan
kapiler pulmonal (PCWP) normal yaitu 6-12 mmHg, indeks jantung normal 2,5-3,5
L/mnt/mm2, tekanan vaskuler sistemik normal antara 600-1400
dynes/sec, rerata tekanan arteri normal 70-100mmHg)
6. DS : pasien
sudah merasa enak
DO : AGD
normal : (PO2 : 80-95 mmHg, PCO2 : 35-45 mmHg, HCOO-3
: 21-26 mmHg, PH : 7,35- 7,45, SO2 : 90-100 mmHg)
7. DS : pasien
bisa diajak kerjasama
DO : tidak ada
tanda-tanda infeksi
8. DS : pasien
bisa menerima apa yang diajarkan
DO : skala nyeri
berkurang, demam menurun, tidak ada sesak dan krekel.
|
|
3.4 Evaluasi
NO. DX
|
TGL/JAM
|
EVALUASI
|
TTD
|
1
|
25-11-2012
|
S : -
O : TTV normal :
(TD : 110/70-120/80 mmHg, Suhu:
36,5-37,50 C, RR: 16-24
x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt, Peralatan pemantau hemodinamik
memperlihatkan hasil normal ( tekanan vena central (CVP) normal antara 2-8
mmHg atau 3-11 cm air, curah jantung normal antara 3-5L/menit, tekanan
kapiler pulmonal (PCWP) normal yaitu 6-12 mmHg, indeks jantung normal 2,5-3,5
L/mnt/mm2, tekanan vaskuler sistemik normal antara 600-1400
dynes/sec, rerata tekanan arteri normal 70-100mmHg)
tidak ada bunyi
jantung tambahan baik S3 maupun S4
A : masalah
teratasi
P : intervensi
dihentikan
|
|
2
|
25-11-2012
|
S : pasien
mengatakan tidak sesak nafas
O : TTV normal :
(TD : 110/70-120/80 mmHg, Suhu:
36,5-37,50 C, RR: 16-24
x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt,AGD
normal : (PO2 : 80-95 mmHg, PCO2 : 35-45 mmHg, HCOO-3
: 21-26 mmHg, PH : 7,35- 7,45, SO2 : 90-100 mmHg)
- suara nafas
vesikuler
- jalan nafas
tidak terganggu
- mukosa dan
dasar kuku berwarna merah muda
tidak ada
sianosis, tidak ada oedema, ekstremitas hangat
A : masalah
teratasi
P : intervensi
dihentikan
|
|
3
|
25-11-2012
|
S : pasien
mengatakan nyeri berkurang
O : TTV normal :
(TD : 110/70-120/80 mmHg, Suhu: 36,5-37,50
C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60-100
x/mnt
, skala nyeri
1-3
A : masalah
teratasi
P : intervensi
dihentikan
|
|
4
|
25-11-2012
|
S : pasien mengatakan demamnya berkurang
O : TTV normal :
(TD : 110/70-120/80 mmHg, Suhu:
36,5-37,50 C, RR: 16-24
x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt, tidak ada bengkak, tidak ada kemerahan,
tidak ada rasa nyeri
A : masalah
teratasi
P : intervensi
dihentikan
|
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bedah jantung adalahUsaha atau operasi yang
dikerjakan untuk melakukan koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung.
Operasi Jantung Dibagi Atas :
·
Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka
rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra
corporal).
·
Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa
membuka rongga jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.
Peran perawat pada fase intra
operatif ini meliputi yaitu, :
- Pemeliharaan keselamatan
- Pematauan fisiologis
- Dukungan psikologis
- Penatalaksanaan keperawatan
4.2
Saran
- Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
- Mengurangi nyeri pada pasien
- Meningkatkan istirahat yang cukup
- Mencegah suhu tubuh agar tetap normal
- Jaga pola makan dan gaya hidup
DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono. 1994. Proses
Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus
Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri
Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Sahabat Setia :
Yogyakarta.
Effendy, Christantie. 2002. Handout
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing, Tidak
dipublikasikan : Yogyakarta.
Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien,
ed.3. EGC, Jakarta.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar
Proses Keperawatan.EGC : Jakarta.
Shodiq, Abror. 2004. Operating
Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak
dipublikasikan : Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong.
1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G.
Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol.
1. EGC : Jakarta.
Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman
Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University Press : Surabaya.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku
Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.