BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Demam
Typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan cerna dan gangguan kesadaran.
Demam typoid adalah
penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan
pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan
ulserasi nodus peyer di distal ileum. Yang disebabkan oleh salmonella thypi,
ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. Dan lebih banyak menyerang
pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ).
Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain
yaitu Typhus Abdominalis.
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella thyposa, thyposa yang
merupakan kuman negatif, dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada
suhu tubuh manusia, maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptic.
Salmonella mempunyai tiga macam
antigen yaitu :
·
Antigen O (somatic, terdiri dari zaPt komplek
liopolisakarida)
·
Antigen H (flagella)
·
Antigen Vi dan protein membrane hialin
Ketiga jenis antigen
ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin.
2.3 Patofisiologi
Penularan s. Typhy terjadi melalui mulut oleh makanan yang
tercemar. Sebagian kuman akan di musnahkan dalam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus, mencapai jaringan limpoid dan ber kembang biak.
Proses
penyakit di bagi dalam 3 fase :
Salmonela typhi melalui air dan makanan yang terkontaminasi masuk
kedalam tubuh dengan mekanisme
penyakitnya sebagai berikut:
1. Infasi terhadap jaringan limpoid intestinal dan proliferasi
bacteri. Fase ini berlangsung 2 minggu; asimpthomatis.
2. Infasi aliran darah bacteraemia menyebabkan meningkatnya suhu
tubuh. Terjadi reaksi imunologi sampai fase berikutnya dalam 10 hari. Kultur darah dan urine positif selama periode
febris. Antibodi S.Typhy tampak dalam darah. Test widal positif pada akhir fase
ini.
3. Lokalisasi bakteri dalam jaringan limfoid intestinal nodus masenterik gall
bladder, hati, limpa. Terjadi nekrosis lokal reaksi hipersentifitas antigen
antibodi.
Pathway :
Infeksi oleh S. Typhi per oral
Pada epitel bagian
proksimal usus halus à sel lekosit mononuklear
Dalam limfokel pada lamina
propria usus halus, plaque peyer à Pembuluh limfe
Peredaran
darah à dalam waktu 24 – 72 jam à bakterimia pertama
Zat
pirogen Organ – organ (hati,
limpha, sumsum tulang)
(panas
meningkat)
Berkembang biak dalam
retikuloendotelial à endotoksin à bakterimia kedua
Peredaran darah/bakterimia
Lidah kotor Kelenjar
limphoid usus halus
Diare
(tukak pd mukosa usus/plak)
Bibir kering
Mual/muntah
Endotoksin
à bahan prokoagulan
Bedrest Perdarahan (perforasi peritonitis)
Kelemahan
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang timbul bervariasi,
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam bradikardi relatif,lidah
typoid(kotor ditengah,tepi dan ujung merah dan
tremor),hepatomegali,splenomegali,meteorismus,gangguan kesadaran berupa
samnolen sampai koma,sedangkan roseolae jarang ditemukan pada orang indonesia.
Demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa awal10-20 hari, yang
tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui
minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif
tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan uji titer widal empat lipat
selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid.
Pemeriksaan Laboratorium melalui:
1. Pemeriksaan leukosit
Pemeriksaan leukosit ini
tidaklah sering dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah leukosit ini tidak
berguna untuk diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan
SGPT
SGOT dan SGPT seringkali
meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. Kenaikan
SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3. Biakan darah
Biakan darah positif
memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam
typoid
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu
reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien demam typoid,
juga pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga para orang yang
pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
Dari pemeriksaan widal,
titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau peningkatan
> 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada demam typoid,
meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang
antara spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman
salmonella typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah klien.
Akibat infeksi oleh
kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena
rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, berasal dari
rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman).
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpel kuman).
Dari ketiga aglutinin
tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid.
·
Faktor-faktor yang
mempengaruhi uji widal
Faktor yang berhubungan dengan klien:
a. Keadaan umum: gizi buruk dapat
menghambat pembentukan antibodi.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
b. Penyakit-penyakit
tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typoid yang
tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan
karsinoma lanjut.
c. Pengobatan dini dengan
antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat
pembentukan antibodi.
d. Obat-obatan
imunosupresif atau kortikosteroid: obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya
pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
e. Vaksinasi dengan kotipa
atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer
aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6
bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama
1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah
divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
f. Infeksi klien dengan
klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang
rendah.
g. Reaksi anamnesa: keadaan dimana terjadi
peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa
lalu.
2.6 Komplikasi
Komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang
terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:
a. Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai
perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan
bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan
terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus
halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
Komplikasi di usus halus, terjadi karena
lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis,
kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu
Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan
yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.
2.7
Penatalaksanaan Medis
Pilihan pengobatan
mengatasi kuman Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan
ofloxacin. Sedangkan alternatif lain yaitu “trimetroprin, sulfametoksazol,
ampicilin dan cloramphenicol”.
Pengobatan demam typoid terdiri atas 3 bagian,
yaitu:
1. Perawatan
Pasien demam typoid
perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien
harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus.
Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
2. Diet
Di masa lampau, pasien
demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan
untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada
pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien
demam typoid.
3. Obatatau terapi
Obat-obatan
antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:
a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4
kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.
b. Tiamfenikol Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid
sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol
lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam
typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
c. Ampicilin dan Amoxilin, efektifitas keduanya lebih kecil
dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien
demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan
sampai 7 hari bebas demam.
d. Kontrimoksazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol),
efektifitas nya kurang lebih sama dengan kloramfenikol.
Dosis untuk orang dewasa 2
kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6
hari.
e. Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan
bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone,
cefotaxim efektif untuk demam typoid.
f. Fluorokinolon, Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi
dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga
diberikan obat-obatsimtomatik antara lain:
a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien
demam typoid karena tidak berguna.
b. Kortikosteroid
Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau
parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan,
kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi
kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan
perdarahan intestinal dan relaps.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama dan umur untuk panggilan dan membedakan
klien yang satu dengan yang lain.
Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan,
kelompok umur yang terbanyak adalah diatas umur 5 tahun.
Faktor yang mendukung terjadinya demam tyfhoid
adalah iklim tropis, social, ekonomi yang rendah, sanitasi lingkungan yang
kurang.
a. Keluhan utama : panas
atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah,
anorexia, diare serta penurunan kesadaran
b. Riwayat penyakit
sekarang : peningkatan suhu tubuh
karena masuknya kuman salmonella thypi kedalam tubuh
c. Riwayat penyakit dahulu
: Apakah Sebelumnya pernah menderit demam typoid.
d. Riwayat Kesehatan
Keluarga : Keluarga ada yang karier
e. Riwayat psikososial dan spiritual : Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta
terjadi kecemasan.
2. Pemeriksaan fisik
1)
Kepala
2)
Mata: kelopak mata cekung, pucat, dilatasi
pupil, konjungtiva pucat kadang didapat anemia ringan.
3)
Mulut:
mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tidak sedap. Terdapat baslag
lidah dengan tanda-tanda lidah tampak kering, dilatasi selaput tebal dibagian
ujung dan tepi lidah nampak kemerahan, lidah tremor jarang terjadi.
4)
Thorak: jantung dan paru tidak ada kelainan
kecuali jika ada komplikasi. Pada daerah perangsamg ditemukan resiola spot.
5)
Abdomen: adanya nyeri tekan, adanya pembesaran
hepar dan limpa, distensi abdomen, bising usus meningkat
6)
Ekstremitas: terdapat rosiola dibagian fleksus
lengan atas
3. Fungsional
Gordon
a) Pola nutrisi dan
metabolisme, Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah
kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi
berubah,makan
2 sendok.
b) Pola aktifitas dan
latihan, Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta
pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
c) Pola tidur dan
aktifitas, kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
d) Pola eliminasi,
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang
meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
e) Pola reproduksi dan
sexual, Pada pola reproduksi pada pasien tidak mengalami perubahan.
f) Pola persepsi dan
pengetahuan, Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
g) Pola persepsi dan konsep
diri, Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
h) Pola penanggulangan
stress, Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
i) Pola hubungan
interpersonal, Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya
selama sakit.
j) Pola tata nilai dan kepercayaan,
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas
dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
k) Pola
mekanisme koping, klien lebih cenderung mengurung diri di kamar.
Analisa data
NoDx
|
Data
|
Eiologi
|
Masalah
|
1.
|
DS: keluarga mengatakan panas sejak 2
hari yang lalu,kulit
kemerahan,.mual
dan muntah.
DO: S: 36,5-37,50C
TD: 80-120/60-80 mmhg
N: 80-100x/mnit
S: 36,5-370C
RR: 24-32x/mnit
lidah
putih kotor, panas meningkat pada siang dan malm hari,pasien lemah.
|
Proses infeksi S. Thypi.
|
Peningkatan suhu tubuh (hypertermi)
|
2.
|
DS:
keluarga mengatakan nafsu makan tidak ada, kadang mual, dan badan terasa lemah,
mengeluh pusing, cepat lelah.
DO:
A=BB:<45
B=Hbmenurun
C=Lemah, pucat, dan panas
D=Makan 2
sendok
: 36,5-37,50C
TD: 80-120/60-80 mmhg
N: 80-100x/mnit
S: 36,5-370C
RR: 24-32x/mnit
|
Asupan nutrisi tidak adekuat
|
Gangguan nutrisi
|
3.
|
S: Klien mengeluh badan terasa lemah,
pusing saat berdiri.
O: Klien bedrest,
S: 36,5-37,50C
TD: 80-120/60-80 mmhg
N: 80-100x/mnit
S: 36,5-370C
RR: 24-32x/mnit
kebutuhan mandi, eliminasi, makan
minum, berpakaian klien dibantu oleh keluarga dan petugas.
|
Kelemahan
fisik dan immobilisasi
|
Intoleransi aktifitas
|
3.2 DIAGNOSA
1. Peningkatan suhu tubuh (hypertermi) b/d proses infeksi salmonella
typhi
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
intake yang tidak adekuat, mual muntah, anoreksia
3. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan
dan immobilisasi.
3.3 PERENCANAAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hypertermia) b/d proses infeksi salmonella
typhi
No Dx
|
Tujuan
& KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Tujuan: Hipertermi teratasi
Kriteria
hasil:
1.
1. TTV dalam batas normal:
S: 36,5-37,50C
TD: 80-120/60-80 mmhg
N: 80-100x/mnit
S: 36,5-370C
RR: 24-32x/mnit,
2.
2. tidak terjadi komplikasi yang berhubungan
dengan masalah typhoid
N: 60-90x/menit
Td:100/80
|
1.Observasi TTV
2. Catat intake dan output cairan dlm 24 jam
3.Kaji sejauhmana pengetahuan keluarga dan pasien tentang hyperthermia
4.Jelaskan upaya – upaya untuk mengatasi hypertermia dan bantu
klien/keluarga dlm upaya tersebut:
a.Tirah baring dan kurangi aktifitas
b.Banyak minum
c.Beri kompres hangat
d.Pakaian tipis dan menyerap keringat
e.Ganti pakaian, seprei bila basah
f.Lingkungan tenang, sirkulasi cukup.
5.Anjurkan klien/keluarga untuk
melaporkan bila tubuh terasa panas dan ada keluhan
lain.
6.Kolaborasi pengobatan:antipiretik,(paracetamol 3x500 mg),cairan
(Dextrose 5% dan Ringer Laktat maintenance 20 tts/mnt) cairan dan pemeriksaan
kultur darah.
|
1.Sebagai
pengawasan terhadap adanya perubahan keadaan umum pasien sehingga dapat
diakukan penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat.
2.Mengetahui
keseimbangan cairan dalam tubuh pasien untuk membuat perencanaan kebutuhan
cairan yang masuk.
3.Mengetahui
kebutuhan infomasi dari pasien dan keluarga mengenai perawatan pasien dengan
hypertemia.
4.Upaya–upaya
tersebut dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien serta meningkatkan
kenyamanan pasien.
5.Penanganan
perawatan dan pengobatan yang tepat diperlukan untuk megurangi keluhan dan
gejala penyakit pasien sehingga kebutuhan pasien akan kenyamanan terpenuhi.
6.Antipiretik dan pemberian cairan menurunkan suhu tubuh pasien
serta pemeirksaan kultur darah membantu penegakan diagnosis typhoid.
|
2.Diagnosa Keperawatan: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
intake yang tidak adekuat, mual muntah, anoreksia.
.
No Dx
|
Tujuan & KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
2.
|
Tujuan :
resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh tidak terjadi
Kriteria
Hasil:
1.
TTV
normal:
Td:100/80-120/90mmHg
N :60-90x/menit
RR
:16-24x/menit
T
:36,5-37,50C
2.
Klien
dapat mengungkapkan
pemahaman tentang kebutuhan nutrisi.
3.
Kebutuhan
nutrisi terpenuhi secara
adekuat
4.
4. Tidak
pucat, anoreksia hilang, bibir lembab dan tidak pecah-pecah, lidah bers
5.
5. Nafsu
makan bertambah.
|
1.
Timbang
BB tiap hari.
2.
Berikan pendidikan pada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebutuhan
nutrisi
3.
Anjurkan
untuk oral care sebelum makan.
4. Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
5. Awasi glukosa darah.
6.
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberi diet pasien
|
1.
Memonitor
kurangnya BB dan efektfitas intervensi nutrisi yang diberikan.
2. Menambah
pengetahuan tentang nutrisi
3. Mengurangi rasa tidak enak di mulut yang bisa menyebabkan hilangnya
nafsu makan
4. Ada pasien yang tidak bisamenghabiskan porsi yang disiapkan sekaligus
5.Hipoglikemia dapat terjadi pada klien dengan anoreksi.
6. Untuk membuat program diet kebutuhan pasien.
|
3.Diagnosa keperawatan: Intoleransi aktifitas b/d kelemahan dan immobilisasi.
No Dx
|
Tujuan & KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
3.
|
Tujuan:Setelah dilkukan tindakan
keperawatan 2x24 jam diharapkan ADL dapat terpenuhi dengan
Kriteria hasil :
1.
TTV:
N: 60- 90x
TD:100/80-120/90mmHg
T: 36,5-37,50C
RR:16-24x/menit
2.
Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitaas
3. Mobilisasi aktif
|
1.Bantu
pemenuhan kebutuhan ADL klien seperti makan, mandi, berpakaian, eliminasi
2.Tingkatkantirah baring/duduk.Berikan
lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan.
3.Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
4.Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
5.Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan
rentang gerak sendi pasif/aktif.
6.Dorong penggunaan teknik manajemen stres
|
1.Membantu memenuhi kebutuhan ADL klien sehingga klien merasa
nyaman dan kebutuhan perawatannya terpenuhi.
3.
Meningkatkan
istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk
penyembuhan. Aktifitas dan posisi duduk tegak diyakini meurunkan aliran darah
ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke organ pencernaan.
3.Meningkatkan
fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk
menurunkan resiko kerusakan jaringan.
4.Memungkinkan
perode tambahan istirahat tanpa gangguan.
5.Tirah
baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan
aktifitas yang mengganggu periode istirahat.
6.Meningkatkan relaksasi dan
penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan
koping.
|
3.4 IMPLEMENTASI
Tgl/Jam
|
No.Dx
|
Implementasi
|
Respon Pasien
|
Ttd
|
14-8-2011
08.00
08.30
09.00
09.30
|
1.
|
1. Mengobservasi TTV
2.Mencatat intake dan output cairan dlm 24 jam
3.Menjelaskan upaya – upaya untuk mengatasi hypertermia dan bantu
klien/keluarga dlm upaya tersebut:
a. Tirah baring dan kurangi aktifitas
b. Banyak minum
c. Beri kompres hangat
d. Pakaian tipis dan menyerap keringat
e. Ganti pakaian, seprei bila basah
f. Lingkungan tenang, sirkulasi cukup.
4.Memberikan antipiretik, (paracetamol 3x500 mg), cairan (Dextrose 5% dan
Ringer Laktat maintenance 20 tts/mnt) cairan dan pemeriksaan kultur darah.
|
S:Klien
tenang
O:T:400C,
TD:110/70mmHg,RR:20x/mnt,N:88x/menit.
S:
Klien kooperatif
O:
Infus netes lancar
·
S:Klien dan keluarga
memahami dan akan melaksanakan
O:Klien mampu
melaksanakannya.
S:
Klien kooperatif untuk minum obat
O:
Obatsudah diminum, mual(-),muntah(-), pusing (-).
|
|
14-8-2011
08.00
|
|
1.Menimbang BB tiap hari.
2.Menganjurkan untuk oral care sebelum makan.
3.Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering
4.Memberikan
diet pada pasien.
|
S:
Klien kooperatif
O:
BB belum meningkat
S:
Klien merasa nyaman
O:
Klien menyikat gigi
S:Klien
merasa tenang
O: Klien menghabiskan ½ porsi
S:klien kooperatif
O:-
|
|
14-8-2011
08.00
08.30
|
3.
|
1.Membantu pemenuhan kebutuhan ADL klien seperti makan, mandi, berpakaian,
eliminasi
2.Meningkatkan tirah baring/duduk.Berikan
lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan
3.Membamtu teknik
manajemen stress
|
S:Klien memahami dan
makanan habis ½ porsi
O: Klien merasa nyaman
S:Klien mengatakan paham
dengan penjelasaan yang diberikan
O:Klien dapat istirahat
dengan tenang.
S:
Pasien merasa tenang
O:
Klien mampu melakukannya
|
|
3.5 EVALUASI
No dx
|
Tgl/ Jam
|
Evaluasi
|
Ttd
|
1.
|
14-8-2011
13.00
|
S: Klien mengatakan
suhu badannya menurun,pusing berkurang,
istirahat kurang lebih 7 jam.
O:T:400C,TD:110/70mmHg, RR:20x/mnt,N:88x/menit,pucat
berkurang, lidah tidak kotor, nafsu makan meningkat, mual
berkurang,
A: Masalah belum teratasi.
P: Intervensi dilanjutkan
|
|
2.
|
|
S : Klien mengatakan menghabiskan 1/2 porsi yang disiapkan,nafsu
makan meningkat
O: BB 46,2 Kg,lemah, bedrest total, bibir kering,
anoreksia berkurang,
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi di lanjutkan.
|
|
3.
|
|
S: Klien mengatakan lemah
dan pusing berkurang
O:Klien masihmembutuhkan bantuan
keluarga dan perawat dalam memenuhi
kebutuhan perawatan diri (makan, mandi, eliminasi).
A:Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
|
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPUlAN
Demam
Typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan cerna dan gangguan kesadaran.
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella thyposa, thyposa yang
merupakan kuman negatif, dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada
suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptic.
4.2 SARAN
Agar kita dapat terhindar dari demam typoid maka kita harus
dapat memperhatikan
pola hidup dan asupan nutrisi
tubuh kita dan menjaga agar tidak mudah
terserang oleh bakteri kembali.
0 komentar:
Posting Komentar