Jumat, 02 November 2012

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEP (Kekurangan Energi Protein)



ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN KEP
(Kekurangan Energi Protein)
DosenPembimbing : Farida juanita,S.Kep.Ns.



Disusun Oleh :
FANDIK PRASETIYAWAN




3A KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2012/2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepeda kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Respirasi. Dalam makalah ini kami membahas tentang “Asuhan Keperawatan Klien dengan KEP“.Dalam menyusun makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan serta motivasi dari beberapa pihak, oleh karenanya kami mengucapkan Alhamdulillah dan terima kasih kepada
1.      Bapak Budi Utomo Amd.Kep, M.Kes, selaku ketua Stikes Muhammadiyah Lamongan
2.      Farida juanita,S.Kep.Ns., sebagai dosen pembimbing
3.      Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritikan dari semua pihak, Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
                                                               



           Lamongan, 16 oktober 2012


Penyusun

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEP (Kekurangan Energi Protein)






DAFTAR ISI


Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ................................................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah............................................................................................... 1
C.       Tujuan ................................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.      Anatomi Fisiologi................................................................................................ 3
B.       Defenisi Penyakit................................................................................................ 4
C.       Etiologi................................................................................................................ 5
D.      Patofisiologi........................................................................................................ 7
E.       Pemeriksaan Penunjang....................................................................................... 9
F.        Penatalaksanaan.................................................................................................. 10
G.      Komplikasi.......................................................................................................... 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.   Pengkajian......................................................................................................... 13
3.2. Analisa data ....................................................................................................... 15
3.3. Intervensi Keperawatan dan Rasionalisasi.......................................................... 16

BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan............................................................................................................ 19
B.Saran....................................................................................................................... 19
Daftar pustaka............................................................................................................ 20
           





BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Kurang energi protein (KEP) merupakan suatu penyakit defisiensi gizi dalam keadaan ringan sampai berat. penyakit ini paling sering ditemukan dalam masyarakat Indonesia. keadaan malnutrisi adalah keadaan dimana makanan yang dikonsumsi tidak mengandung semua nutrient yang diperlukan oleh tubuh manusia.
KEP dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat, rentan terhadap penyakit infeksi, dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa, KEP meurunkan produktifitas kerja.
Pada umumnya KEP lebih banyak di daerah pedesaan dari pada perkotaan. Factor lain antara lain kurangnya pengetahuan masyarakat berpengaruh juga antara lain:  tenang ASI, makanan pendamping ASI. dalam hal ini penulis membahas tentang KEP dalam dua kondisi patologis yaitu kwashiorkor dan marasmus.
 
1.2. Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi system pencernaan?
1.2.2 BagaimanaMahasiswa dapat mengetahui defenisi KEP?
1.2.3 Bagaimana Mahasiswa dapat mengetahui etiologi KEP?
1.2.4 BagaimanaMahasiswa dapat mengetahui patofisiologi KEP?
1.2.5 BagaimanaMahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala dari KEP?
1.2.6 BagaimanaMahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang KEP?
1.2.7 BagaimanaMahasiswa dapat mengetahui pengkajian yang dilakukan pada KEP?






ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEP (Kekurangan Energi Protein)






1.3.   Tujuan

      1.      Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan pada klien dengan masalah kekurangan energi protein (KEP)

2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa dapat mengetahui anatomi fisiologi system pencxernaan
b.      Mahasiswa dapat mengetahui defenisi KEP
c.       Mahasiswa dapat mengetahui etiologi KEP
d.       Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi KEP
e.       Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala dari KEP
f.       Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang KEP
g.      Mahasiswa dapat mengetahui pengkajian yang dilakukan pada KEP
h.      Mahasiswa dapat mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada penderita KEP 















ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEP (Kekurangan Energi Protein)






BAB II
TINJAUAN TEORI
                                  
A.                    Anatomi Fisiologi

System pencernaan terdiri dari mulut, faring osefagus, gaster, usus halus, usus besar, rectum anus. Sistem ini berfungsi menyediakan nutrisi bagi kebutuhan sel melalui proses ingesti, digesti, dan absorbsi, serta eliminasi bagi makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh (syarifudin, 1997).
Proses ingesti terjadi saat makanan berada dilingkungan mulut yaitu saat mengunyah yang dilakukan oleh koordinasi otot rangka dan sistem saraf  sehingga makanan menjadi halus dan saat yang sama makanan bercampur dengan saliva sehingga makanan menjadi licin dan mudah ditelan(syarifudin, 1997).
Digesti adalah perubahan fisik dan kimia dari makanan dengan bantuan enzim dan koenzim yang pengeluarannya diatur oleh hormone dan saraf. sehingga zat-zat makanan dapat di absorbsi kedalam aliran darah. proses digesti dimulai dari mulut dan berakhir di usus halus(syarifudin, 1997).
Eliminasi adalah pengeluaran sisa pencernaan dari tubuh melalui anus. zat-zat makanan yang diserap oleh tubuh di metabolisme oleh sel sehingga menghasilkan energi, membentuk jaringan, hormone, dan enzim.
Makanan dapat bergerak dari saluran cerna sampai ke anus.karena adanya peristaltic yang berasal dari kontraksi ritmis dari usus yang diatur oleh system saraf otonom dan saraf enteric(syarifudin, 1997).  

Metabolisme Energi Dan Protein
Energi diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, meabolisme, utilisasi bahan makanan, dan aktivitas. Protein dalam diet dapat memberi energi untuk keperluan tersebut dan juga untuk menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel, dan hormone maupun enzim untuk mengatur metabolisme(solihin, 2000).
Suplai energi bagi pemeliharaan sel lebih diutamakan daripada suplai protein bagi pertumbuhan. Maka bilamana jumlah energi dalam makanan sehari-hari tidak cukup, sebagian masukan protein makanan akan dipergunakan sebagai energi, hingga mengurangi bagian yang diperlukan bagi pertumbuhan. Bahkan jika masukan energi dan protein jauh dari cukup, proses katabolisme akan terjadi terhadap otot-otot untuk menyediakan glukosa bagi energi dan asam-amino untuk sintesis protein yang sangat esensial(solihin, 2000).
Jumlah protein dan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang mormal tergantung dari pada kualitas zat gizi yang dimakan, seperti bagaimana mudah zat tersebut dapat dicerna ( digestibility), diserap (absorbability), distribusi asam amino proteinnya, dan factor-faktor lain, seperti umur, berat badan, aktivitas individu, suhu lingkungan, dan sebagainya(solihin,2000).

B.           Defenisi Penyakit
KEP (kurang energi protein) adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan/atau kekurangan energi dengan manifestasi klinis (KEP berat) dalam tipe-tipe yakni: kwashiorkor, marasmus, atau tipe campuran (marasmik-kwashiorkor).(sudaryat suraatmaja & soetjiningsih, 2000 : 79).
Jeliffe (1959) mengusulkan penggolongan kwashiorkor, marasmus, serta bentuk intermedietnya dalam suatu sindrom dan menamakannya protein calori malnutrition. Akhi-akhir ini lebih digunakan istilah ‘malnutrisi energi protein’(Rusepno hassan dkk, 2002)
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari sehngga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG)(wong, 2001)
Mac Laren dan kawan-kawan menggunakan sistim scoring dengan memberi angka pada berbagai gejala seperti berat badan yang kurang, edema, kelainan kulit, perubahan rambut, pembesaran hati dan kadar protein serum.
Pembagian klinis:
  KEP Ringan : BB/U 70-80% baku median WHO-NCHS, dalam grafik KMS berada pada pita kuning. KEP
  Sedang : BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS, dalam grafik KMS berada dibawah garis merah. (BGM).
  KEP Berat : BB/U < 60% baku median WHO-NCHS, dalam KMS berada dibawah garis merah.(solihin, 2000)
KEP sedang dan berat dalan KMS tidak ada garis pemisah; keduanya berada di BGM dan disebut ‘KEP Nyata’.

Pembagian KEP Berat menurut Wellcome-Tust Party
Jenis KEP
Berat Badan/Umur
Sembab
Kwashiorkor
> 60%
+
Marasmus
< 60%
_
Marasmik-kwashiorkor
< 60%
+

Klasifikasi menurut WHO:
1.      KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO- CD)
2.      KEP sedang : >70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
3.      KEP berat : < 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
(www.pediatrik.com)

C.    Etiologi
a.       Peranan diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi menderita marasmus(solihin, 2000).


b.      Peranan faktor sosial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP adalah:
  Perceraian pada wanita yang mempunyai banyak anak dan suami merupakan pencari nafkah tunggal.
  Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak, sehingga tidak dapat memberi cukup makan anggota keluarganya
  Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, anak-anak terpaksa ditinggal dirumah sehingga jatuh sakit dan mereka tidak mendapat perhatian semestinya.
  Para ibu setelah melahirkan kembali kepekerjaan tetap sehingga harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore.
c.       Peranan kepadatan penduduk      
Dalam world food conference di roma 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan.
Mc laren 1982 memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak pada daerah yang terlalu padatpenduduknya dengan keadaan higiene yang buruk
d.      Peranan infeksi
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun dalam keadaan ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Ada kesinergisan antara malnutrisi dengan infeksi.
e.       Peranan kemiskinan
KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara tersebut. Laporan Oda Advisory Committee on Protein tahun 1974 menganggap kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP.
Penyebab KEP berdasarkan bagan sederhana yang disebut sebagai “model hirarki” yang akan terjadi setelah melalui 5 level seperti yang tertera dibawah ini:
  Level I : kekacauan/krisis kekeringan, peperangan
  Level II : kemiskinan dan kemunduran social
  Level III : kurang pangan, infeksi, terlantar


  Level IV :anoreksia
  Level V : malnutrisi / KEP
(solihin, 2000)

D.     Patofisiologi
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolic.
Kalau terjadi stress katabolic (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relative, kalau kondisi ini terjadi terus menerus maka akan menunjukkan manifestasi kwashiorkor ataupun marasmus. 
Protein merupakan zat pembangun. Kekurangan protein dapat menggangu sintesis protein dengan akibat:
  Gangguan pertumbuhan
  Atrofi otot
  Penurunan kadar albumin serum = sembab
  Hb turun =anemia gizi
  Jumlah aktivitas fagosit turun = daya tahan terhadap infeksi turun
  Sintesis enzim turun = gangguan pencernaan makanan

KEP dalam keadaan berat KEP dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah defisiensi protein akibat terjadinya stress katabolic (infeksi).
a.       Etiologi
Penyebab utama makanan tidak mengandung protein hewani dengan alasan :
  Kemiskinan
  Pengetahuan mengenai penambahan makanan pada bayi dan anak
  Pemikiran yang salah
  Macam-macam infeksi : diare, cacingan dsb.
  Khusus : ibu kekurangan ASI, ibu meninggal, ibu dengan sakit berat, ibu hamil lagi, penghentian tiba-tiba dari ASI, penitipan anak/bayi.

b.      Patofisiologi
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolic dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya(abdoeerahman, 1985).
Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema(abdoerrahman, 1985).
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein-beta sehingga transport lemak dari hati kedepot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar(abdoerahman,1985).
c.       Tanda dan Gejala
  Pertumbuhan terganggu
  Berat badan dan tinggi badan kurang dibandingkan dengan anak sehat.
  Perubahan mental, biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis.
  Edema ringan maupun berat.
  Gejala gastrointestinal seperti; anoreksia, diare, hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pancreas dan usus. Intoleransi laktosa kadang-kadang ditemukan.
  Perubahan rambut; mudah dicabut, warna berubah, kusam, kering, jarang.
  Kulit kering (crazi pavement dermatosis)
  Pembesaran hati
  Anemia ringan
  Kelainan kimia darah; kadar albumin serum rendah, globulin tinggi,
 (solihin,2000)






2.      Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein. 
a.       Etiologi
  Kegagalan menyusui anak, ibu meninggal anak diterlantarkan atau tidak dapat menyusui
  Terapi dengan puasa karena penyakit, oleh karena itu tidak boleh lebih dari 24 jam
  Tidak memulainya dengan makanan tambahan.
b.      Patofisiologi
Pada keadaan ini yang menyolok adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut(abdoerrahman, 1985).
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin(abdoerrahman,1985).
c.       Tanda dan gejala
  Muka seperti orang tua
  Sangat kurus, tulang terbungkus kulit
  Cengeng dan rewel
  Kulit keriput
  Perut cekung
  Iga gambang
  Sering disertai penyakit infeksi dan diare

E.     Pemeriksaan Penunjang
1.             Laboratorik : Hb, albumin-globulin, serum ferritin, darah, air kemih, tinja, EKG, X-foto paru dan uji tuberkulin
2.             Antropometri : BB menurut umur, TB menurut umur, LLA(lingkar lengan atas) menurut umur, BB menurut TB, LLA menurut TB
3.             Analisis diet
F.    Penatalaksanaan
Petunjuk dari WHO tentang pengelolaan KEP berat dirumah sakit dengan menetapkan 10 langkah tindakan pelayanan melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) dan dilamjutkan dengan fase ‘follow up’ sebagai berikut:
1.   Fase Stabilisasi
·             Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
·             Energi: 100kkal/kgBB/hari
·             Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
·             Cairan : 130 ml/kgBB/hari (bila sembab berat: 100ml/kgBB.hari)
·             Teruskan ASI pada anak menetek
·             Bila selera makan bak dan tidak sembab pemberian makan bias dipercepat
·             Pantau dan catat : jumlah cairan yang diberikan, yang tersisa; jumlah cairan yang keluar seperti muntah, frekuensi buang air, timbang BB/hari(sudrajat suratmaja, 2000)
2.    FaseTransisi
·             Pemberian energi masih sekitar 100 kkal/kgBB/hari
·             Pantau frekuensi nafas dan denyut nadi
·             Bila nafas meningkat > 5 kali/menit dan nadi >25 kali/menit dalam pemantauan tiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula
·             Setelah normal bias naik kembali
3. Fase Rehabilitasi
·             Beri makan/formula WHO, jumlah tidak terbatas dan sering TKTP
·             Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari
·             Protein: 4-6g/kgBB/hari
·             ASI diteruskan, tambahkan makanan formula; secara perlahan kepada keluarga
·             Pemantauan : kecepatan pertambahan BB setiap minggu (timbang BB setiap hari sebelum makan)
                                    4.  Tindakan Khusus
·             Hipoglikemia : berikan bolus 50 ml glukosa 10% atau sukrosa secara oral/sonde nasogastrik
·             Hiponatremia : pakaikan anak selimut/letakan anak dekat lampu
·             Dehidrasi : cairan resomal/pengganti 5 ml/kgBB(sudrajat suratmaja, 2000)


G.          Komplikasi
·             Noma atau stomatitis ganggrainosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif hingga dapat menembus pipi, bibir,dan dagu.
·             Xeroftalmia
·             Penyakit infeksi lain(solihin, 2000)
·             Dehidrasi sedang dan berat
·             Defisiensi vit A danAnemia berat(sudaryat suratmaja, 2000)

·             PATHWAY









ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEP (Kekurangan Energi Protein)







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.      Pengkajian
Dalam pengkajian ini penulis menggunakan format pengkajian asuhan keperawatan keluarga menurut Friedman (1998), pada keluarga dengan penyakit Kurang Energi Protein pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaaan keluarga memakai norma-norma kesehatan keluarga maupun sosial, yang menggunakan sistem terintegrasi dan kesanggupan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatannya, menurut Friedman 1998 pengkajian terdiri dari 6 kategori yang luas, yaitu :
a.       Data Identitas
Meliputi nama kepala keluarga, alamat, komposisi keluarga termasuk tanggal lahir atau umur dari setiap anggota keluarga, tipe perkembangan keluarga, latar belakang budaya , kebiasaan makan keluarga, identifikasi relegius, kegiatan-kegiatan keagamaan keluarga, status ekonomi keluarga, siapa yang enghidupi keluarga dan kebiasaan keluarga
b.      Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga saat ini yang dihadapi dan sejauh mana keluarga memenuhi tugas perkembangan saat ini. Riwayat keluarga, terutama riwayat kesehatan, apakah ada riwayat penyakit keturunan pada keluarga.
c.       Data Lingkungan
Keadaaan umum keberihan dan sanitasi lingkungan sekitar apakah menunjang kesehatan, pembuangan sampah, WC keluarga, sumber air minum, penataan perabot rumah, sert pemcahayaan ruangan dalam keluarga juga pertukaran udara dalam rumah yang dapat menimbulkan infeksi pada kurang gizi, sudah berapa lama keluarga tinggal ditempat tersebut, apakah anggapan keluarga sekitar dan tipe komunitas sekitar kota atau desa. Dan sasaran serta prasarana yang tersedia apakah dapat terjangkau oleh keluarga serta keadaan hubungan keluarga dengan komunitas sekitar.
d.      Struktur Keluarga
Pola komunikasi yang biasa dilakukan dalam keluarga, struktur pembuatan keputusan dalam keluarga, siapa yang mengambil keputusan terakhir dalam keluarga serta struktur peranyang digunakan dalm keluarga apakah terlaksana semua atau tidak.


e.       Fungsi Keluarga
1)        Fungsi afektif : apakah anggota keluarga merasakan kebutuhan-kebutuhan individu lain, apakah mereka memberikan perhatian satu sama lain dan bagaimana mereka saling mendukung satu sama lainnya dalam tahap menjelang tua.
2)        Fungsi sosialisasi : siapa yang menerima tanggung jawabb untuk peran sosialisai, serta dalam hal interaksi dengan lingkungan sekitarnya serta keyakinan-keyakinan yang ada dalam keluarga.
3)        Fungsi perawatan kesehatan : keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan perilaku keluarga terhadap kesehatan. Definisi keluarga tentang sehat-sakit serta tingkat pengetahuan mereka. Apakah keluarga mengetahui bahwa anggota keluarga menderita KEP, penyebab dari KEP pada salah satu anggota keluarga, apa yang sudah dilakukan selama sakit yang dialami oleh anggota keluarga, apakah ada kebiaasaan penggunaan obat yang dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi sakit yang diderita, serta kebiasaan yang biasa dilakukan oleh keluarga sehingga menyebabkan timbulnya gejala yang dirasakan saat ini. Peran keluarga dalam perawatan diri : apa yang keluarga lakukan untuk mengatasi masalah, serta siapa yang berperan dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah yang terjadi terutama mengenai masalah kesehatan yang sekarang terjadi dalamkeluarga.
4)        Praktik lingkungan : apakah keluarga mengetahui cara praktik kebersihan dan hiegiene keluarga, apakah keluarga mengetahui kebersihan dan sanitasi yang kotor dan lembab dapat mempengaruhi kerentanan anggota keluarga yang menderita KEP terhadap infeksi.
5)        Penyakit keluarga : apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit keturunan seperti DM, hipertensi maupun penyakit keturunan lainnya. Serta bagaimana persepsi keluarga tentang pelayanan kesehatan.
f.        Koping Keluarga
Stersor jangka pendek dan penjang yang dialami oleh keluarga, seperti adanya salah satu anggota keluarga yang menderita KEP. Bagaimana kemampuan keluarga berespon berdasarkan penilaian objektif tehadap situasi yang menimbulkan stress. Penggunaan strategi koping yang biasa dilakukan dalam keluarga.
g.       Pemeriksaan Fisik
Pengkajian terhadap perubahan fisik yang ada kaitanya dengan KEP meliputi ; umur, BB, lingkar kepala, lingkar lengan atas, tinggi badan, turgor kulir, rambut apakah mudah dicabut atau tidak, konjungtiva anemi atau tidak, apatis atau tidak, cengeng atau tidak, ekstremitas edem atau tidak.

3.2.      Analisa data
No
Data  penunjanng
Etiologi
Maslah
1.
DS:pasien merasa bengkak pada wajah
DO:edema perifer,wajah terlihat sembab
edema
Gangguan keseimbangan cairan
2.
DS:pasien mengatakan kulit kering,rambut rontok
DO : kulit dan membrane mukosa kering, edema, rambut mudah tercabut
edema (perpindahan cairan dari intravaskuler ke intertisial).
Ganguan integritas kulit
3.
DS:pasien mengatakan lemah,tidak nafsu makan
DO:turgor,wajah terlihat pucat
penurunan kondisi tubuh yang lemah.
Resiko tinggi infeksi








3.3.    Rencana Keperawatan dan Rasionalisasi
NO
Diagnosa
Tujuandan KH
Intervensi

1
Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan edema

Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam menurunkan edema dan mencegah komplikasi.
KH : Memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral,Wajah tidak sembab

1. Pantau kulit terhadap luka tekan
2. Dengan perlahan cuci antara lipatan kulit dan keringkan dengan hati-hati
3. Hindari plester bila mungkin
4. ubah posisi sedikit setiap 24 jam
5. Jaga ekstrimitas yang mengalami edema

1. Edema rentan terhadap perlukaan
2. Lipatan kulit lebih lembab dan mudah iritasi
3. Untuk menghindari perlukaan
4. Untuk mencegah lecet dan dekubitus
5. Ektrimitas sering digunakan sehingga rentan terhadap perlukaan dan infeksi
                     
2
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema (perpindahan cairan dari intravaskuler ke intertisial).
Tujuan : .   Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam mencukupi    kebutuhan nutrisi dan mencegah komplikasi
KH : Kulit dan membrane mukosa lembab,Edema berkurang,Rambut tidak mudah tercabut,TTV normal
1. Catat perubahan pada kulit        2. Bersihkan kuli yang mengalami penekanan dan keringkan       3. Ganti segera pakaian yang basah
4. Ubah posisi setiap 2 jam
5. Berikan pendidikan mengenai kebersihan diri dan fungsi zat gizi     
1. Perubahan kulit bisa menandakan adanya sindrom-sindrom seperti crazy pavement dermatosis
2. Kulit yang mengalami penekanan bisa menyebabkan luka dan infeksi
3. Untuk mencegah iritasi
4. Mencegah penekanan
5. Agar sepulang dari rumah sakit, keluarga dapat mengasuh anak dengan mandiri

3
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kepwerawatan selama 24 jam mengembalikan fungsi hati dan mencegah komplikasi dengan criteria hasil :
  Klien dapat menunjukkan status hidrasi yang kuat
  Nafsu makan meningkat
  Turgor kulit normal
  Bebas dari proses infeksi nosokomial selama di rumah sakit
  Memperlihatkan pengetahuan tentang factor resiko yang berkaitan

1. Pantau terhadap tanda infeksi (mis; letargi, kesulitan makan, muntah, ketidak stabilan suhu, dan perubahan warna tersembunyi)
2. Identifikasi individu yang beresiko terhadap infeksi nosokomial
3. Kaji status nutrisi
4. Kurangi organisme yang masuk ke dalam indivdu dengan cuci tangan, teknik aseptic
5. Berikan pengetahuan kepada keluarga mengenai penyebab, resiko, dan kekuatan penularan dari infeksi 
1. Pemantauan lebih dini bisa mengurangi resiko
2. Infeksi nosokomial adalah yan g didapat dari proses perawatan dirumah sakit
3. Nutrisi yang cukup bisa meningkatkan daya tahan tubuh
4. Untuk menghindari resiko infeksi nasokomial     
5. Untuk meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk mencegah infeksi





















BAB 1V
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 kesimpulan
kurang energi protein gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan/atau kekurangan energi dengan manifestasi klinis (KEP berat) dalam tipe-tipe yakni: kwashiorkor, marasmus, atau tipe campuran

4.2 saran
            Tetap selalu memenuhi kebutuhan energi protein kita supaya energi kita tetap kuat dan tubuh tidak mudah dimasuki penyakit.








ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEP (Kekurangan Energi Protein)





ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEP (Kekurangan Energi Protein)






ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEP (Kekurangan Energi Protein)










DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman, 1985. Ilmu Kesehatan Anak. FKUI, Jakarta
Pudjiadi solihin, 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. edisi ke 4. FKUI, Jakarta
Suraatmaja sudaryat. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. FK UNUD, Denpasar
Wong, 2001. Essentials Of Pediatric Nursing. 6 th edition. Mosby Year Book Louise, Missouri






0 komentar:

Posting Komentar