Sabtu, 21 Juli 2012

PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN

SEJARAH SINGKAT PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
A. LOKASI PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN

Talun adalah sebuah desa kecil yang dibelah menjadi dua oleh jalan raya dan rel kereta api jurusan Surabaya-Bojonegoro. Masuk wilayah Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro, tepatnya dua kilo meter dari Sumberrejo dan 18 km dari Bojonegoro. Di belahan selatan Desa Talun, terdapat bangunan pesantren yang di rintis dan diasuh oleh KH. Muhammad Sholeh (alm.) sejak sekitar tahun 1933 M. yang sekarang dikenal dengan nama Pondok Pesantren “ATTANWIR “.
Dengan nama tersebut dikandung harapan  supaya pesantren itu nantinya bisa menjadi pelita yang memancarkan sinar kebenaran untuk menerangi hati masyarakat sekelilingnya yang kala itu dapat dikatakan diselimuti mendung kegelapan, khususnya dibidang aqidah Islamiyah dan alhamdulillah, niat baik dan mulia itu dikabulkan oleh Allah SWT.
B. ASAL USUL TANAH LOKASI PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
Menurut keterangan dari orang-orang tua, bahwa asal usul tanah yang sebagian ditempati / digunakan pondok adalah peninggalan seorang kakek yang bernama Syuro, kakek Syuro ini bukan asli penduduk desa Talun tapi pendatang baru dari desa Sedayu lawas (Gresik). Dia berada didesa Talun bekerja pada seorang warga Belanda sebagai penjaga gudang tembakau .
Setelah pemilik gudang ini habis kontraknya bekerja di Jawa, maka dia harus pulang kembali ke negeri Belanda. sedang tanah yang ditempati gudang itu seleruhnnya diserahkan kepada mbah Syuro sebagai orang kepercayaanya. Kemudian tanah itu dibagi-bagikan kepada putra-putranya. Sedangkan tanah yang ditempati masjid dan sekitarnya (utara makam) adalah tanah wakaf pertama milik H. IDRIS, salah satu putra mbah Syuro, dan paman dari KH. M. Sholeh, perintis dan pendiri Pondok Pesantren Attanwir Talun .
C. PENDIRI PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
Berdasarkan sejarah bahwa lahirnya pondok pesantren dimulai adanya kyai.oleh karena itu dalam penyusunan sejarah singkat pondok pesantren At tanwir,  tidak bisa dipisahkan dengan pendirinya, yakni KH. M. Sholeh.
Sejarah singkat pendiri :
~  20 Februari 1902, di desa talun lahirlah seorang laki-laki dari pasangan suami Istri (Sarqowi bin Syuro- kuning) anak tersebut diberi nama Muhammad Sholeh, dengan nama itu diharapkan semoga akhirnya menjadi orang yang sholeh, berbakti kepada orang tua dan berguna bagi masyarakat dan agama.
~  Pada usia 10 thn, anak Sholeh diminta oleh pamannya bernama H. Idris untuk di asuh sekaligus sebagai anak angkatnya, karena H. Idris tidak mempunyai anak, maka sejak itu anak Sholeh menjadi anak angkatnya dan mulai belajar membaca Al-Quran.
~  Pada tahun 1914 dia belajar kepada Kyai Umar di Sumberrejo Bojonegoro
~  Pada tahun 1915 meneruskan belajar kepada Kyai Basyir dan Kyai Abu Dzarrin di Pondok Pesantren Kendal Dander Bojonegoro
~  Pada tahun 1916 meneruskan belajar di Madrasatul Ulum di kota Bojonegoro (di Komplek Masjid Besar) selama empat tahun, juga pernah belajar pada KH. Kolil dibangkalan Madura.
~  Pada tahun 1921-1927 belajar pada KH. Faqih bin KH. Abdul Djabbar di Pondok Pesantren Maskumambang Dukun, Gresik.
~  Pada 1923, masih dalam belajar di Pondok Maskumambang dia menunaikan ibadah haji pertama. Sepulang dari ibadah haji meneruskan kembali belajar di Pondok Maskumambang
~  Pada pertengahan tahun 1924 H. H. Sholeh diambil menantu oleh KH. Faqih dinikahkan dengan keponakannya sendiri bernama Rohimah binti KH. Ali.
~  Tahun 1927 pulang dari Ponpes Maskumambang kembali ke desa Talun di sertai istrinya Rohimah pada tanggal 20 Januari 1934 , ibu Rohimah wafat di Talun dan dimakamkan di Dukun Gresik kemudian H. Sholeh menikah lagi dengan Hj. Muhlisah (janda H. Mahbub ) ibunya H. Badawi Jombang.
~  Pada tahun 1933 setelah rumah tangga dan kehidupan keluarganya tertata , maka H.Sholeh mulai merintis kegiatan mengajar anak-anak dan bertempat di musholla atau langgar yang telah dipersiapkan oleh H.Idris sejak masih belajar di pondok Maskumambang.
~ pada tahun 1943 (zaman Jepang ) KH. Sholeh mengikuti Musyawaroh Besar Ulama` se Jawa di Jakarta.
~ Tahun 1946 (zaman Revolusi) KH. Sholeh terpilih menjadi Camat Sumberrejo, jabatan camat tersebut setelah 2 tahun beliau mohon berhenti dengan hormat dengan alasan “sangat berat meninggalkan kegiatanya sebagai guru dan Cabang Syuriah NU Bojonegoro”.
~ Tahun1976 beliau naik haji kedua bersama dengan ibu Hj. Muhlisah.
~ Tahun1992 beliau wafat meningalkan 2 orang putra dari ibu Rohimah: H. Sahal Sholeh dan Hj. Anisah
D. PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
Sebagaimana di atas telah di sebutkan, bahwa sejak umur 10 tahun, H. Sholeh telah menjadi anak angkat H. Idris , maka segala kebutuhan kehidupannya juga menjadi tanggung jawabnya baik biaya belajar, mondok, naik haji, pernikahan dan lain sebagainya termasuk manyiapkan bangunan musholla untuk tempat belajar dan berjama`ah. Musholla termasuk terbuat dari tiang-tiang kayu jati, dinding serta jerambannya dari bambu, dengan ukuran bambu kira- kira mampu menampung 40 orang. Musholla itu telah dipersiapkan pada tahun 1025 sejak H. Sholeh belajar di pondok pesantren Maskumambang dan diwakafkan termasuk tanahnya.
Meskipun sudah dipersiapkan sebuah Musholla untuk tempat mengajar tetapi sepulang dari pondok pada tahun 1927, Haji Sholeh tidak langsung menggajar, sebab oleh Bapak angkatnya (H.Idris) diminta mengatur dan mengurusi rumah tangga serta barang-barang milik H.Idris, karena pada tahun itu beliau (H.Idris )menderita sakit mata sampai tidak bisa melihat (buta), jadi kegiatan dan perhatiannya ditempatkan untuk mengatur rumah tangga dan mencukupi kebutuhan keluarganya.
Merintis Madrasah Diniyah
Tahun1933 setelah rumah tangga dan kehidupan keluarga tertata, maka H. Sholeh mulai memikirkan dan merintis kegiatan mengajar anak-anak di musholla yang telah dipersiapkan, dimulai dari mengajar membaca  Al Quran, tulis munulis huruf arab, cara-cara beribadah dan sebagainya, waktu belajar sore hari, mulai ba`dal Ashar hingga Isya’ pada setiap hari.
Kegiatan ini dilakukan seorang diri dengan penuh ketelatenan, keuletan dan kesabaran serta keikhlasan. Setelah beberapa waktu berjalan, alhamdulillah hasilnya mulai tampak, kalau semula yang belajar hanya anak-anak desaTalun yang jumlahnya kurang dari 10 anak, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, anak-anak dari desa sekitarnya mulai berdatangan ikut belajar hingga jumlahnya mencapai 40 anak lebih dan tidak ketinggalan para orang tua mereka juga mulai banyak yang datang untuk belajar atas kesadaran sendiri.
Tahun 1938 (dengan pertimbangan) karena persyaratan telah terpenuhi, maka di adakan jamaah sholat Jum’at yang pembukaannya di hadiri oleh KH. Hasyim (penghulu di Bojonegoro waktu itu) dan sekaligus memberikan naesehat/ mauidloh kepada para jamaah setelah usai sholat Jum’at.
Hasilnya sangat menggembirakan, mereka tampak makin bersemangat dan tekun beribadah dan jumlahnya semakin bertambah banyak, sedang sarananya masih sangat terbatas.perlu juga di sebutkan, bahwa perkembangan pesantren yang tampak menggembirakan itu bukan berarti tidak ada hambatan, justru hambatan pertama datang dari kepala desa Talun sendiri, dia sangat tidak senang melihat perkembangan pesantren dia orang abangan, dia sering mendatangi rumah H. Sholeh, hanya perlu mengajak debat masalah agama dan setiap debat dia selalu tidak pernah menang, akhirnya dengan ma’unah dan hadayah Allah SWT. dia sadar serta meninggalkan kepercayaan yang lama dan menyatakan memeluk agama Islam. Alhamdulillah.
Sejak sa’at itu sang Kepala Desa selalu mendekat kepada H. Sholeh dan minta di ajari keimanan dan tata cara beribadah, akhirnya dia menjadi seorang pemeluk agama Islam yang ta’at dan tekun beribadah serta suka berkorban demi kepentingan agama.
Makin lama jumlah penduduk Islam semakin bertambah banyak sejalan dengan bertambahnya penduduk, akibatnya Musholla yang di tempati belajar mengajar dan berjama’ah sudah tidak mampu menampung mereka yang jumlahnya setiap waktu makin bertambah. Melihat kenyataan ini, maka Kepala Desa membeli sebuah rumah dari kayu jati dengan ukuran lebih besar dan selanjutnya diwakafkan untuk Masjid, sedang mushola yang digunakan tempat mengajar dan asrama santri putra.
Sementara kegiatan belajar mengajar masih berjalan sebagaimana biasa, yaitu dengan sistem weton dan sorogan dan hanya ditangani sendiri oleh KH. Sholeh.
Sejalan dengan perjalanan waktu, jumlah santri pun bertambah banyak, tidak hanya santri putra saja, santri putri pun jumlahnya semakin banyak dan diantaranya mereka ada yang datang dari luar desa/ daerah, maka terpaksa harus menyediakan kamar/ gotakan untuk tempat mereka. Demikian juga tenaga pengajar pun ditambah, untuk itu, Ustad Asnawi dan Sarbini ditugasi untuk membantu mengajar mereka.
Kegiatan tersebut berjalan sesuai dengan kondisi yang ada, dengan segala keterbatasan dan kekuranganya, terus berusaha untuk memenuhi harapan dan kebutuhan umat.
Dalam perkembangannya, Pondok Pesantren Attanwir  berupaya menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia modern, tanpa meninggalkan ciri khas sebagai lembaga pendidikan pesantren yang islami Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Sebagai lembaga pendidikan tradisional Pondok Pesantren Attanwir mempunyai fungsi ganda yaitu dakwah dan pendidikan, oleh karena itu peran dan fungsinya menjadi sangat strategis. Dan peran tersebut secara bertahap selalu di upayakan pelaksanaannya sesuai dengan kemamapuan dan perkembangan situasi setiap waktu.
Dengan semakin berkembang dan majunya dunia pendidikan serta meningkatnya tuntutan masyarakat, maka keberada’an Ponpes Attanwir juga di tuntut untuk mampu memenuhi tuntutan tersebut, yaitu dengan membuka Madrasah Diniyah khusus anak putri, waktu belajar sore hari, lama belajar tiga tahun. Pada tahun pertama (tahun 1951) ada 40 anak, pada tahun berikutnya sudah mencapai 100 anak lebih, sedang santri putra untuk tahun sementara masih tetap di ajar setiap malam hari seperti biasa.
Berkat ketekunan dan keikhlasan KH. Sholeh, kesadaran umat semakin meningkat, keimanannya semakin mantap, dukungannya terhadap Pondok Pesantren juga semakin besar. Kemudian pada tahun 1954 sistem pendidikan di tingkatkan lagi dari Madrasah Diniyyah menjadi Madrasah Ibtidaiyah 6 tahun untuk putra-putri waktu belajar pagi hari.
Seiring dengan bertambah banyaknya murid, maka pelaksanaan belajar mengajar tidak mungkin hanya di tangani seperti yang sudah berjalan selama ini, maka untuk kelancarannya di perlukan tambahan beberapa orang pembantu baik untuk membantu mengajar maupun membantu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang di perlukan Pesantren.
Untuk mengatasi kebutuhan tersebut, Pesantren terpaksa mendatangkan ustadz dan ustadzah dari daerah lain. Diantaranya dari Jogja, Solo, Jombang, dan daerah lainnya, karena pada waktu itu tenaga pengajar dari daerah sendiri masih sulit.
Pembangunan Masjid
Dalam perjalanan selanjutnya, kepercayaan ummat kepada Pesantren terus meningkat, santri/ murid yang datang tambah banyak, baik dari dalam maupun luar desa Talun, sehingga sarana untuk kegiatan belajar mengajar dan tempat beribadah perlu ditambah dan diperluas, maka menjelang tahun 1957, dengan bantuan bimbingan dan petunjuk H. M. Maskun dan H, Idris dari Bojonegoro, disepakati untuk membangun sebuah masjid yang permanen dengan ukuran 16 x 11 m2, bertempat diatas tanah masjid lama.
Alhamdulillah tahun 1958 bangunan Masjid ini dapat terwujud, sampai sekarang bentuk dan model bangunannya masih tetap seperti sedia kala, belum ada perubahan, hanya penambahan teras disebelah selatan untuk Muslimat dan teras depan, dan diberi nama Masjid Al-Muttaqin.
Sebagaimana diatas telah disebutkan, bahwa dengan meningkatnya kesadaran umat tentang pentingnya ilmu pengetahuan, maka Pesantren dituntut untuk meningkatkan pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan saat itu, maka pada tahun 1960, Pondok Pesantren Attanwir membangun tambahan gedung baru dengan ukuran luas 21 x 7 m2 , dan peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan oleh Bapak Bupati Bojonegoro, H.R. Tamsi Tedjo Sasminto.
Gedung baru terletak disebelah utara makam keluarga dan di gunakan untuk Madrasah Mu’allimin Islamaiyah 4 tahun, kemudian dirubah menjadi Pendidikan Guru Agama (PGA) 6 tahun, kemudian diubah lagi menjadi Madrasah Tsanawiyah 3 tahun dan Madrasah Aliyah 3 Tahun. Dengan pengertian bahwa masa belajar tetap 6 tahun, jadi kalau belum 6 tahun (kelas 3 Aliyah) dianggap belum tamat, hal ini masih tetap berlaku dalam Ujian Negara. Dengan demikian mereka yang lulus mendapat ijazah negeri yang digunakan sebagai salah satu bekal menghadapi masa depan, semuanya serba formal.
Setalah beberapa kali menamatkan siswanya sampai ketingkat kelas teratas (kelas 3 Aliyah) dan setelah mereka kembali menyebar diberbagai daerah dengan berbagai macam profesi yang ditekuni, maka dari mereka nama Pondok Pesantren Attanwir semakin dikenal dan pada gilirannya banyak putra-putri keluarga mereka di masukkan ke Attanwir.
Karena terbatasnya kemampuan Pondok Pesantren untuk menampung mereka, maka Pengasuh dengan para pembantunya setapak demi setapak berupaya menambah sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan dan alhamdulillah upaya ini mendapat sambutan positif dari masyarakat.
Tahun 1982, Perluasan Area Pesantren
Kalau semula cikal bakal Pesantren ini hanya modal dari H. Idris berupa sebidang tanah dengan sebuah bangunan Musholla, maka dalam perkembangannya, ada beberapa orang keluarga dan warga masyarakat yang mewakafkan rumahnya.
Rumah-rumah wakafan tersebut kemudian dipindah dilokasi Pondok Pesantren Attanwir dan dibangun kembali seperti bentuknya semula, sehingga bangunan terkesan apa adanya. Demikian juga penempatannya belum tertata secara baik. Hal ini semata-mata karena terbatasnya kemampuan, sedang kebutuhan untuk tempat sangat mendesak, keadaan sarana dan prasarana penunjang lainnya juga mengalami hal yang serupa apa adanya.
Mulai tahun 1982 ini, dengan selalu memohon pertolongan Allah SWT. disertai upaya dan kerja keras, maka setiap tahun dapat merehab bangunan-bangunan lama dan sekaligus menata penempatan gedung-gedung tersebut. Disamping itu juga dapat membangun beberapa gedung baru, baik untuk Madrasah maupun untuk asrama (putra dan putri) termasuk perkantoran dan sarana lainnya.
Pembangunan gedung-gedung tersebut sifatnya untuk mengejar kebutuhan pokok yang dirasakan sangat mendesak, jadi belum merupakan bangunan dengan kualitas dan standar yang sempurna, meskipun demikian masih belum mencukupi kebutuhan yang terus maningkat seiring dengan bertambahnya jumlah santri/ siswa yang datang setiap tahun.
Bersamaan dengan itu, dengan semakin meningkatnya kesadaran umat, diantara keluarga dan para dermawan ada yang dengan ikhlas mewakafkan tanahnya , ada yang tanahnya ditukar dengan tanah di tempat lain dan ada pula yang tanahnya rela dibeli pondok, sehigga saat ini luas pondok sudah ada 1 Ha lebih, semua yang masih berstatus wakaf sudah bersetifikat sedang luas bangunannya sudah mencapai 3.950 meter persegi (data terlampir).
Sistem Pendidikan
Selanjutnya pelaksanaan pendidikannya sebagai lembaga pesantren, sistem tradisional yang masih relevan dengan kondisi dan situasi sekarang tetap dipertahanan, sedang sistem modern yang di pandang lebih baik juga diterapkan, jadi ada perpaduan antara sistem tradisioanal dan sistem modern.
Demikian juga tentang kurikulum yang dipakai merupakan perpaduan antra kurikulum pemerintah (Departemen Agama) dengan kurikulum pesantren, dalam arti pelajaran dalam bidang agama, disamping kurikulum ala pesantren modern Gontor juga tidak ditinggalkan, sudah barang tentu pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Mengingat pendidikan dipondok pesantren Attanwir ini tingkatannya masih lanjutan menengah, maka kepada mereka yang telah tamat Aliyah selalu dianjurkan dan didorong untuk melanjutkan belajar diperguruan yang tingkatannya lebih tinggi, diantaranya ada yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta dan juga di pondok pesantren lain untuk memperdalam di bidang agama .
Sedang bagi mereka yang karena sesuatu pertimbangan tidak dapat meneruskan belajar di tempat lain, Ponpes Attanwir menyediakan tempat dan kesempatan untuk belajar di STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah)  Program Takhashshush selama dua tahun yang akhirnya juga dapat mengikuti ujian Negara.
Tahun 1992, ’Amul Huzni
Tahun ini merupakan tahun berkabung (’Amul Khuzni ) bagi keluarga besar Pondok Pesantren Attanwir Talun karena :
1. Pada tanggal 18 Februari 1992 ibu Nyai Hj. Muchlisah wafat .
2. Pada tanggal 26 Juni 1992 pendiri Pondok Pesantren Attanwir KH. Muhammad Sholeh juga wafat.
Innalillahi wa inna Ilahi roji’un. Somoga amal ibadahnya di terima di sisi Allah SWT. segala dosa dan dan kesalahannya mendapat ampunan, dan para dzurriyahnya diberi kemampuan dan kekuatan untuk meneruskan dan mengembangkan sunnah serta perjuangannya. Amin
Setelah beliau wafat, sebagai kelaziman dan tradisi yang berlaku didalam di Pondok Pesantren, kepemimpinan berlaku secara sistem keluarga , dari satu generasi ke generasi berikutnya secara alami. Dalam hal ini pengasuh pondok pesantren Attanwir di teruskan oleh H. Sahal Sholeh dengan dibantu keluarga KH. M. Sholeh (alm.) menurut kebutuhan.
Kemudian pada tanggal 24 Juni 1996 , Ustadz H. Hammam Munadji (cucu menantu KH. M. Sholeh) juga wafat . Inna lillahi wa inna lillahi ro`jiun . kejadian ini merupakan kehilangan yang besar bagi keluarga Pondok Pesantren Attanwir, selama ini ustadz H. Hamam Munaji yang ditugasi menangani kegiatan belajar mengajar sebagai pimpinan bidang pendidikan.
Mudah-mudahan amal baktinya diterima dan mendapat ridho Allah SWT. serta diampuni segala dosa dan kesalahannya . Amin
Pada tanggal 30 Agustus 2006, KH. Sahal Sholeh wafat estafet kepemimpinan Pondok Pesantren diteruskan oleh KH. Ali Chumaidi Sahal dengan dibantu oleh H. Fuad Sahal.
Mudah-mudahan amal baktinya diterima dan mendapat ridho Allah SWT. serta diampuni segala dosa dan kesalahannya . Amin
Tahun 2007

Pada tahun ini Ponpes Attanwir mengalami kemajuan yang sangat pesat . Hal ini terlihat dari kelengkapan sarana dan prasarana belajar mengajar di Ponpes Attanwir. Selain itu juga terlihat kemajuan dibidang akademik, dengan di bukannya SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) untuk Jurusan Otomotif dan Teknik Informatika khusus untuk santri putra.
Pada tahun 2007 jumlah santri/ siswa putra dan putri di Pondok Pesantren Attanwir ada 3300 santri. Mereka tersebar diberbagai lembaga pendidikan dibawah naungan Pondok Pesantren Attanwir,yaitu:
1. PlayGroup
2. TamanKanak-Kanak(RaudlatulAthfal)
3. MadrasahIbtidaiyah
4. MadrasahTsanawiyah
5. MadrasahAliyah
6. SekolahMenengahKejuruan
7. ProgramTakhashush
8. MajlisTa`limJumatPagiuntukbapak-bapak
9. Majlis Ta`lim Sabtu Malam untuk ibu-ibu
Jumlahsiswayan gmengikuti ujian Negara tahun ajaran 2006/2007
1. Madrasahibtidaiyah 26anak lulus 100%
2. MadrasahTsanawiyah 462 anak lulus 100%
3. Madrasah Aliyah 400 anak lulus 100%
Jumlah tenaga guru dan karyawan ada173 orang
Beberapa sarana yang disediakan untuk menunjang proses belajar mengajar:
1. LaboratoriumKomputer
2. KoperasiSantri
3. KoperasiPondokPesantren
4. Perpustakaan
5. RuangMultimedia
6. LaboratoriumIPA
7.  Layanan Kesehatan Santri dan Masyarakat
Beberapa organisasi santri untuk proses latihan kepemimpinan:
1. Pasukan KhususPramukaAttanwir(PASUSKA)
2. AttanwirLanguageCenter(ALC)
3. AssosiasikaligraferAttanwir(ASSKAR )
4. SantriSiaga
5. Percetakan
6. Kursus-kursusKetrampilan
7. OrganisasiSantriAttanwir(OSA )
8. PalangMerahRemaja (PMR)
9. AttanwirRuqyahCenter (ARC)
10. Persatuan Pelajar Madrasah (PPM)
E. HARAPAN PONDOK PESANTREN ATTANWIR TALUN
Penyelenggaraan pendidikan akan berhasil dengan baik bila di dukung oleh terjadinya sarana dan prasarana yang memadai serta kualitas dari kemampuan pengelola/ generasi penerusnya. Oleh karena itu pimpinan pondok seharusnya berpandangan jauh ke depan sehingga mampu melayani kebutuhan umat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknik (IPTEK) di barengi dengan perilaku yang berakhlakul karimah sehingga dapat di jadikan uswatun hasanah bagi umat.
Meskipun zaman sudah demikian maju dan membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan, tetapi kehadiran Pondok Pesantren Attanwir tetap dibutuhkan umat dalam menangkal segala pengaruh yang negatif datang lewat berbagai sektor kehidupan.
Oleh karena itu Pondok Pesantren Attanwir sebagai lembaga pendidikan diharapkan mampu memberikan pendidikan kepada semua umur dan segenap lapisan masyarakat, serta mampu menanamkan rasa kebersaman, kesederhanaan, keikhlasan, ketaatan dan jiwa mandiri didalamnya, tanpa membeda-bedakan latar belakang sosial ekonomi mereka, tidak pula melihat profesi dan organisasi yang ditekuninya. Lebih menonjolkan pendidikannya dibanding pengajarannya. Dengan dana sedikitpun diharapkan tetap bisa berjalan.
Demikian juga, Pondok Pesantren Attanwir sebagai lembaga da’wah dapat meningkatkan fungsi dan peran secara paripurna, yaitu meliputi: dakwah bil lisan, dakwah bil hal dan dakwah bil maal. Kedudukan maal dalam melaksanakan dakwah sangat penting, sebab dakwah tanpa disertai dengan maal dirasakan kurang efektif dan hasilnya pun kurang memuaskan.
Pada prinsipnya semua santri-siswa yang telah menamatkan pendidikannya di Pondok Pesantren Attanwir Talun diserahkan kembali kepada masyarakat sebagai kader bangsa yang memiliki iman yang mantap dan ketaqwaan yang tinggi kepada Allah SWT. Diantara mereka ada yang menjadi pegawai negeri, pemuka agama, guru, dosen serta menempati dan bidang-bidang lainya.
Dengan kata lain, pondok pesantren dalam kiprahnya tidak untuk kepentingan sesuatu golongan atau kelompok tertentu, apalagi untuk mencari keuntungan pribadi pengasuhnya, tapi semata-mata hanya mengharapkan ridho ALLAH SWT, semoga Allah menerima upaya kita bersama sebagai ibadah dan amal sholeh yang mendapat ridho-Nya Amin ya Robbal Alamin
F. PENUTUP
Demikian sejarah singkat berdiri dan berkembangnya Pondok Pesantren Attanwir Talun Sumberrejo Bojonegoro sampai dengan akhir tahun 2007. mudah mudahan pada tahun-tahun berikutnya semakin besar dan semakin bersinar sesuai dengan namanya “Attanwir”.
Penyusun menyadari bahwa sejarah singkat ini masih perlu penyempurnaan, namun setidaknya dapat menjadi tambahan wawasan bagi yang memerlukan, utamanya  para dzurriyah pendiri, semoga ada guna dan manfaatnya.Amin.

wallahu a'lam bishshowab

2 komentar: